Senin, 26 Januari 2015

longsor banjar negara



LOKASI  PENGAMATAN
Dusun Sijemblung Desa Sampang,kabupaten Banjarnegara (7° 17´LS 109°43´BT 931 m dpl), pada wilayah pegunungan (elevasi sekitar 900 meter) Jumat (12/12/2014).
1.1 FISIOGRAFI BANJARNEGARA
Mengacu pada pembagian fisiografi Jawa Tengah (van Bemmelen, 1949), maka wilayah Banjarnegara yang meliputi Kecamatan Karangkobar termasuk dalam Zona Pegunungan Serayu Utara bagian tengah. Secara bentukan bentang alam atau unit geomorfologi daerah sekitar wilayah Banjarnegara. Menurut klasifikasi van Zuidam (1983) secara umum dapat dibagi menjadi beberapa satuan geomorfologi, antara lain berupa: Satuan Geomorfik Fluvial dengan Subsatuan Dataran Banjir, Satuan Geomorfik Bentukan Struktur, serta Satuan Geomorfik Volkanik dengan Subsatuan Geomorfik Endapan Lahar.
Description: http://wingmanarrows.files.wordpress.com/2009/10/100709_0904_sejarahgeol1.jpg?w=820

1.1.1 TOPOGRAFI
Kondisi topografi secara umum memperlihatkan keadaan yang bergelombang cukup kuat dan curam, di mana keadaan yang demikian ini diakibatkan oleh kontrol struktur geologi dan kondisi litologi/batuan penyusunnya. Sedangkan kontrol struktur geologi yang terekam dalam Peta Geologi Regional didominasi sesar-sesar normal, sesar geser dan sesar naik.
Kestabilan wilayah Kabupaten Banjarnegara sangat dipengaruhi dan dikontrol oleh kondisi geologi yang ada, yaitu batuan dan struktur geologi yang kompleks serta topografi yang berelief kuat serta bervariasi.

1.1.2 LITOLOGI
Menyimak faktor kondisi geologi yang menyusun wilayah Banjarnegara berdasarkan Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan, Jawa skala 1:100.000 (terbitan PSG Bandung Tahun 1996), maka wilayah zonasi bencana gerakan tanah (longsoran) yang terjadi di sekitar wilayah Dusun Sijemblung Desa Sampang tersusun oleh litologi yang berupa:
1. Titik awal (Mahkota atau source area) longsoran, kemungkinan berupa litologi dari Anggota Lempung Formasi Ligung (QTlc) yang didominasi oleh batu lempung tufan dan batu pasir tufan (tuffaceous claystone and tuffaceous sandstone), dan batuan volkanik Kuarter yang telah lapuk lanjut (strong weathered), dapat berupa berupa batuan piroklastika dan breksi aliran, sesuai dengan posisi penyebaran Peta Geologi Regional, di mana lokasi longsoran tersusun oleh litologi QTlc (warna hijau) dan litologi Qjm (warna coklat pada Peta Geologi).
2. Tempat material longsoran terendapkan (depositional toe), kemungkinan pada daerah dengan peruntukan lahan sebagai daerah sawah irigasi berbentuk teras/undak yang didominasi oleh litologi batuan volkanik Kuarter (endapan lahar) dan alluvium berupa Qjo (warna coklat pada Peta Geologi).
Secara umum kondisi Geologi penyusun daerah longsoran di Dusun Sijemblung Desa Sampang meliputi beberapa satuan/formasi (dari tua ke muda) yaitu : Formasi Rambatan (Tmr, warna kuning pada Peta Geologi) yang tersusun oleh litologi batuan sedimen detritus halus berupa serpih, napal dan batupasir gampingan; Batuan Terobosan berupa gabro (Tmpi) dan diorite (Tmd) dengan warna merah pada Peta Geologi; kemudian batuan berumur Kuarter berupa Anggota Lempung Formasi Ligung (QTlc) yang tersusun oleh litologi batulempung tufan dan batupasir tufan; dan yang menutupi bagian atas paling muda tersusun oleh Batuan-batuan Gunungapi Jembangan yang didominasi oleh lava andesit dan batuan klastika gunungapi (Qjm, Qjo, dan Qjya).
1.2 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAP LONGSOR
Kondisi alam (geografis) dan aktivitas manusia merupakan salah satu faktor penyebab akan terjadinya gerakan tanah tersebut. Faktor alam yang menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah antara lain yang paling mendasar adalah tingginya curah hujan, kondisi tanah, intensitas pelapukan batuan (tinggi hingga sangat tinggi), vegetasi penutup, dan faktor kestabilan lereng, selain faktor kegempaan sebagai pemicunya.
Pertama, morfologi daerah bencana dan sekitarnya yang secara umum berupa perbukitan dengan kemiringan landai hingga terjal. Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadi Gerakan Tanah Provinsi Jawa Tengah Desember 2014 versi Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, daerah tersebut termasuk zona potensi terjadi gerakan tanah Menengah sampai Tinggi.

Sehingga pada daerah tersebut dapat terjadi longsor jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan tinggi, dan gerakan tanah lama dapat aktif kembali.
Kedua, litologi yang diperkirakan bersifat sarang dengan daya resap air yang tinggi, yaitu berupa lahar dan endapan alluvium dari bahan rombakan gunung api, aliran lava dan breksi, dengan batuan dasar yang berupa aglomerat bersusunan andesit, lava andesit hornblenda, dan tuf.
Ketiga, curah hujan yang tinggi dan lama pada saat dan sebelum kejadian longsor juga turut berkontribusi menggerakkan tanah ke pemukiman penduduk. Tanah longsor dapat juga terjadi karena adanya peningkatan kandungan air pada lapisan tanah pelapukan yang bersifat porous seiring dengan curah hujan yang tinggi (sangat tinggi), sehingga terjadi penjenuhan pada tanah pelapukan dan batuan permukaan. Penjenuhan ini mengakibatkan bertambahnya bobot masa tanah dan meningkatnya tekanan pori, sehingga tahanan geser menjadi berkurang. Banyaknya volume material rombakan yang kemudian tercampur dengan air sungai yang dilaluinya mengakibatkan viskositas semakin meningkat, sehingga aliran bahan rombakan ini menjangkau areal yang cukup jauh dan merusak serta menimbun sarana dan prasarana yang dilaluinya.
Faktor lain, kemungkinan dari faktor hidrogeologi yang berpengaruh dalam gerakan tanah adalah sifat resapan air/permeabilitas tanah di lokasi longsoran yang relatif kecil.
faktor aktivitas manusia juga dapat menjadi penyebab terjadinya gerakan tanah, sebagai contoh misalnya penggunaan lahan yang tidak teratur dan tidak tepat peruntukannya, seperti pembuatan areal persawahan pada lereng yang terjal, pemotongan lereng yang terlalu curam, penebangan hutan yang tidak terkontrol, dan sebagainya.
1.2.1 BIDANG GELINCIR
Kontak antara tanah pelapukan yang cukup tebal dengan litologi batulempung tufan . Kemiringan lereng yang terjal (biasanya >45°) semakin memperkuat untuk terjadinya keruntuhan. Hal ini yang membuat daerah banjarnegara dan sekitarnya sering mengalami terjadinya tanah longsor karna faktor fisiografi dan kelerengan yang cukup terjal.



1.2.2 JENIS LONGSORAN YANG BERKEMBANG
1.Longsoran Translasi
 
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2.Longsoran Rotasi
 
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
Jika bidang gelincirnya berbentuk cekung, maka tanah longsor bertipe rotasional pun terjadilah. Longsor rotasional cukup khas karena mengandung energi besar sehingga saat segenap lereng merosot, ia mampu meloncatkan kaki lereng (lidah longsor) hingga beberapa puluh atau bahkan beberapa ratus meter dalam kecepatan cukup tinggi sebelum menyentuh tanah. Sementara puncak lereng (mahkota longsor) mungkin hanya beringsut beberapa meter hingga beberapa puluh meter. Loncatan ini sangat sulit dihindari.
1.3 DAMPAK BENCANA
Titik-titik air hujan yang sangat deras meredam segenap kabupaten tersebut sejak sehari sebelumnya. Stasiun geofisika kelas III Banjarnegara yang dioperasikan oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) mencatat curah hujan sepanjang Kamis 11 Desember 2014 TU mencapai 112,7 milimeter. Dan sehari kemudian curah hujannya masih sebesar 101,8 milimeter. Dalam dua hari saja saja intensitas hujan yang mengguyur seantero Banjarnegara telah sebesar 214,5 milimeter. Di waktu-waktu lalu, pada umumnya curah hujan sebanyak itu membutuhkan waktu sebulan Desember penuh (rata-rata) dalam menjatuhi segenap Banjarnegara. Jelas sudah, dengan volume air hujan yang setara dengan yang rata-rata diguyurkan selama 31 hari penuh, hujan sepanjang 11 hingga 12 Desember 2014 di Banjarnegara berkualifikasi hujan sangat deras atau hujan ekstrim.
Luas kawasan yang terkena hantaman longsor dalam bencana dahsyat ini mencapai tak kurang dari 15 hektar dan sebagian menyumbat Sungai Petir, salah satu anak sungai Merawu dalam DAS (daerah aliran sungai) Serayu. Hingga Minggu 13 Desember 2014 TU, tim evakuasi yang kini sudah beranggotakan lebih dari 2.000 orang dari segenap eksponen relawan telah menemukan 42 jasad korban. Dari perkiraan 108 jasad yang terkubur, maka masih ada 66 orang yang belum ditemukan. Ribuan penduduk baik dari desa Sampang maupun desa-desa sekitarnya telah diungsikan ke tempat-tempat pengungsian sementara, seiring Gunung Telagalele dan bukit-bukit lainnya di sini yang masih labil. Nama Jemblung dan Sampang pun sontak menjadi episentrum perhatian hingga skala nasional.
Kekhasan ini masih ditambah dengan terus bergeraknya kawasan Karangkobar-Merawu akibat desakan dari dalam dari arah selatan. Desakan yang masih terus berlangsung membuat lempung dan napal seakan diremas-remas. Sejumlah gunung batu relatif padat, yang adalah sisa intrusi magmatik nun jauh di masa silam dan relatif tahan terhadap pengikisan oleh cuaca, pun turut terdorong oleh desakan tersebut hingga terputus dari akarnya. Situasi ini kian menambah rapuh lempung dan napal di segenap kawasan Karangkibar-Merawu. Tak heran jika tingkat erosi di sini demikian tinggi, bahkan meskipun vegetasi (tumbuhan) berkayu yang rapat masih menutupi lereng-lerengnya dengan baik. Tanah pucuk (topsoil) yang dihanyutkan air lantas mengalir ke sungai-sungai kecil yang menjadi bagian sub-DAS Merawu. Hampir tiga perempat abad silam geolog legendaris van Bemmelen menyebut Sungai Merawu adalah sungai paling berlumpur di Indonesia. Tingginya erosi di sub-DAS Merawu memberikan kontribusi cukup besar bagi sedimentasi Waduk Panglima Besar Sudirman. Setiap tahunnya waduk ini dimasuki sedimen sebanyak 2,4 juta meter kubik. Sedimentasi tersebut setara dengan lumpur/tanah yang diangkut 1.300 dump truck kapasitas 5 meter kubik dalam setiap harinya. Selain erosi yang sangat tinggi, kekhasan kawasan Karangkobar-Merawu juga menjadikannya kawasan yang sangat rentan terhadap bencana tanah longsor baik dalam skala kecil maupun besar. Tak heran jika PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) menempatkan mayoritas kecamatan Karangkobar ke dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah (zona kuning) dan tinggi (zona merah).
Description: Gambar 4. Peta zona kerentanan gerakan tanah untuk kecamatan Karangkobar dan sekitarnya dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Lingkaran merah menunjukkan lokasi bencana tanah longsor dahsyat Jemblung (Sampang) 2014. Nampak lokasi bencana dan sekitarnya didominasi oleh zona rentan gerakan tanah menengah (zona kuning) dan zona rentan gerakan tanah tinggi (zona merah). Sumber: PVMBG, t.t.
Gambar 1. Peta zona kerentanan gerakan tanah untuk kecamatan Karangkobar dan sekitarnya dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Lingkaran merah menunjukkan lokasi bencana tanah longsor dahsyat Jemblung (Sampang) 2014. Nampak lokasi bencana dan sekitarnya didominasi oleh zona rentan gerakan tanah menengah (zona kuning) dan zona rentan gerakan tanah tinggi (zona merah). Sumber: PVMBG, t.t.
Description: Gambar 1. Wajah dusun Jemblung, desa Sampang (Banjarnegara) antara sebelum dan sesudah bencana tanah longsor dahsyat 12 Desember 2014 TU. Citra sebelum bencana diambil dari sisi utara jalan raya Banjarnegara-Dieng menghadap ke barat laut-utara. Nampak masjid al-Iman di latar belakang. Sementara citra sesudah bencana diambil dari lokasi yang lebih tinggi namun tidak seberapa jauh dari lokasi pengambilan citra sebelum bencana, dengan arah pandang yang sama. Nampak semua sudah berubah menjadi timbunan lumpur. Sumber: Nurmansyah, 2014.
Gambar 2. Wajah dusun Jemblung, desa Sampang (Banjarnegara) antara sebelum dan sesudah bencana tanah longsor dahsyat 12 Desember 2014 TU. Citra sebelum bencana diambil dari sisi utara jalan raya Banjarnegara-Dieng menghadap ke barat laut-utara. Nampak masjid al-Iman di latar belakang. Sementara citra sesudah bencana diambil dari lokasi yang lebih tinggi namun tidak seberapa jauh dari lokasi pengambilan citra sebelum bencana, dengan arah pandang yang sama. Nampak semua sudah berubah menjadi timbunan lumpur. Sumber: Nurmansyah, 2014.
Description: Gambar 2. Panorama dusun Jemblung, desa Sampang (Banjarnegara) dari langit dalam citra Google Earth pra bencana. Nampak bentangan jalan raya Banjarnegara-Dieng/Banjarnegara-Pekalongan, sungai Petir dan masjid al-Iman. Sumber: Sudibyo, 2014 dengan basis Google Earth.
Gambar 3. Panorama dusun Jemblung, desa Sampang (Banjarnegara) dari langit dalam citra Google Earth pra bencana. Nampak bentangan jalan raya Banjarnegara-Dieng/Banjarnegara-Pekalongan, sungai Petir dan masjid al-Iman. Sumber: Sudibyo, 2014 dengan basis Google Earth.
Description: Gambar 8. Panorama dusun Jemblung, desa Sampang (Banjarnegara) dan Gunung Telagalele dalam ilustrasi berbasis citra Google Earth dengan arah pandang ke selatan. Garis putus-putus menunjukkan perkiraan posisi asal material longsor. Tanda panah kuning menunjukkan arah gerakan tanah dalam bencana longsor dahsyat tersebut. Sumber: Sudibyo, 2014 dengan basis Google Earth dan keterangan Azizah, 2014.
Gambar 4. Panorama dusun Jemblung, desa Sampang (Banjarnegara) dan Gunung Telagalele dalam ilustrasi berbasis citra Google Earth dengan arah pandang ke selatan. Garis putus-putus menunjukkan perkiraan posisi asal material longsor. Tanda panah kuning menunjukkan arah gerakan tanah dalam bencana longsor dahsyat tersebut. Sumber: Sudibyo, 2014 dengan basis Google Earth dan keterangan Azizah, 2014.
1.4 ANTISIPASI
Dalam bencana tanah longsor pada umumnya, sedikitnya ada tiga faktor yang berkontribusi. Dalam kasus Banjarnegara khususnya di kawasan Karangkobar-Merawu, faktor pertama adalah kondisi geologi yang unik. Faktor kedua adalah hujan deras hingga hujan ekstrim. Dan faktor ketiga adalah tersumbatnya drainase sehingga air tidak bisa terbebas dengan leluasa dari lereng yang berpotensi longsor. Faktor pertama dan kedua adalah faktor yang terberi (given), atau sudah dari sononya demikian. Sehingga tak bisa dikendalikan manusia. Namun berbeda dengan faktor ketiga. Manusia dapat mengelola drainase lereng, sehingga tingkat kejenuhan airnya dapat direduksi. Saluran-saluran drainase sederhana dapat dibangun untuk keperluan itu. Di samping itu retakan yang sudah terbentuk harus segera ditimbuni lagi hingga rata. Juga tak boleh ada penggalian baik di lereng maupun kaki lereng, baik kecil-kecilan apalagi besar, atas alasan apapun.
Description: Gambar 9. Citra medan pandang lebar (wide-field) lokasi bencana tanah longsor dahsyat Jemblung (Sampang) 2014, diambil Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi per 13 Desember 2014 TU. Arah pandang ke selatan-tenggara. Nampak posisi mahkota longsor dan telaga/genangan air tepat dibawahnya. Sumber: PVMBG, 2014.
Gambar 5. Citra medan pandang lebar (wide-field) lokasi bencana tanah longsor dahsyat Jemblung (Sampang) 2014, diambil Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi per 13 Desember 2014 TU. Arah pandang ke selatan-tenggara. Nampak posisi mahkota longsor dan telaga/genangan air tepat dibawahnya. Sumber: PVMBG, 2014.

















KESIMPULAN
Dari data di atas dapat kita simpulkan bahwa tanah longsor yang terjadi di banjarnegara dikarenakan beberapa faktor dan penyebab, sehingga terjadi sebuah bencana yang merenggut nyawa seseorang yang banyak dan kerugian material yang cukup besar beberapa faktor yang muncul yaitu :
1.      Morfologi daerah bencana dan sekitarnya yang secara umum berupa perbukitan dengan kemiringan landai hingga terjal.
2.      Litologi yang diperkirakan bersifat sarang dengan daya resap air yang tinggi, yaitu berupa lahar dan endapan alluvium dari bahan rombakan gunung api, aliran lava dan breksi, dengan batuan dasar yang berupa aglomerat bersusunan andesit, lava andesit hornblenda, dan tuf.
3.      Curah hujan yang tinggi dan lama pada saat dan sebelum kejadian longsor juga turut berkontribusi menggerakkan tanah ke pemukiman penduduk.
4.      Faktor lain, kemungkinan dari faktor hidrogeologi yang berpengaruh dalam gerakan tanah adalah sifat resapan air/permeabilitas tanah di lokasi longsoran yang relatif kecil.
Faktor lain penyebab terjadinya tanah longsor juga akibat ulah manusia seperti penggunaan lahan yang tidak teratur dan tidak tepat peruntukannya, contohnya pembuatan areal persawahan dilereng-lereng yang terjal sehingga lereng ynag dahuulunya yang banyak terdapat pepohonan menjadi gundul akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab untuk membuat suatu areal lahan sehingga resapan air menjadi hilang dan dapat menjadikan tanah longsor yang berakibat kematian dan kerugian material yang banyak dan tak terhitung harganya.





DAFTAR PUSTAKA
Oman Abdurrahman. 2013. Geologi Linewatan, dari Tasikmalaya hingga Banjarnegara. Geomagz, vol. 3 no. 1 (Maret 2013), hal. 54-79.
PVMBG. 2014. Tanggapan Bencana Gerakan Tanah Di Kecamatan Sigaluh, Kecamatan Pejawaran dan Kecamatan Karang Kobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI, 12 Desember 2014.
Buku Putih Sanitasi Kabupaten Banjarnegara. 2011.
Sutopo & Wilonoyudho. 2006. Analisis Tanah Longsor Banjarnegara. Wacana Suara Merdeka, 26 Januari 2006.
Daryono. 2014. komunikasi personal.
Ima Azizah. 2014. komunikasi personal.
Twitter Nurmansyah (@nurmansali). 2014.
Detik. 2014. Ini Hasil Investigasi UGM soal Aspek Geologi Bencana Longsor Banjarnegara. Laman DetikNews, reportase Sukma Indah Permana, 15 Desember 2014.
Tempo. 2014. Kolam Raksasa pada Sumber Longsor Banjarnegara. Laman Tempo.co, reportase Aris Andrianto, 15 Desember 2014.
https://ekliptika.wordpress.com/2014/12/16/longsor-dahsyat-jemblung-dan-takdir-kebumian-banjarnegara/
http://www.tribunnews.com/regional/2014/12/16/tinjauan-geologi-bencana-tanah-longsor-di-banjarnegara
http://www.cnnindonesia.com/teknologi/20141215105622-199-18157/tiga-penyebab-utama-longsor-banjarnegara-terungkap/