HALAMAN
PENGESAHAN
LAPORAN
RESMI PETROGRAFI 2013
Oleh
:
SURYA
ENDRA LAKSANA
410012240
Diajukan sebagai syarat untuk
mengikuti responsi praktikum Petrografi 2014
Jurusan Teknik Geologi
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Yogyakarta,11 Juni 2014
Disahkan
oleh :
Asisten Praktikum Petrografi
LABORATORIUM
TEKNIK GEOLOGI
JURUSAN
TEKNIK GEOLOGI
SEKOLAH
TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur marilah
kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya maka laporan praktikum Petrografi inidapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan praktikum Petrografi ini disusun untuk
memenuhi tugas praktikum sebagai tugas akhir penutup kegiatan praktikum
Petrografi pada semester empat Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional (STTNAS) Yogyakarta.
Pada kesempatan kali ini saya
selaku penyusun laporan ingin mengucapkan treima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1.
Bapak Ir.Dianto Isnawan,M.T selaku dosen
pembimbing mata kuliah Petrografi.
2.
Para asisten dosen yang telah memberikan
arahan dan bimbingan selama kegiatan praktikum di laboratorium.
3.
Teman-teman dan semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya laporan ini.
Masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam peenyusunan laporan
ini, sehingga diharapkan kritik daan saaran yang membangun agar dalam penyusuna
laporan yang selanjutnya bisa lebih baik lagi.
Semoga
laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta,11
JUNI 2014
Penyusun
(SURYA ENDRA L)
BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Pengertian Petrografi
Petrografi
adalah ilmu memerikan dan mengelompokkan batuan. Pengamatan seksama pada
sayatan tipis batuan dilakukan dibawah mikroskop, dengan tentunya didukung oleh
data-data pengamatan singkapan batuan di lapangan. Pada pemerian petrografi,
pertama-tama akan diamati mineral penyusun batuan, selanjutnya tekstur batuan.
Tekstur batuan sangat membantu dalam pengelompokan batuan selain memberikan
gambaran proses yang terjadi selama pembentukan batuan.
Petrografi merupakan salah satu cabang dari ilmu
kebumian yang mmempelajari batuan
berdasarkan kenampakan mikroskopis, termasuk didalamnya untuk dipergunakan
sebagai langkah pemerian, pendeskrifsian dan klasifikasi batuan. Pemerian
secara petrografi pada batuan
pertama-tama melibatkan identifikasi
mineral (bila memungkinkan), dan penentuan komposisi dan hubungan tekstural
antar butir batuan,
Petrografi sendiri merupakan kepentingan
yang tak terbaras namun bila
mempertimbangkan sebagian dari petrologi kepentingan akan menjadi luas, dimana
petrografi memberikan data umum yang petrologi perjuangkan untuk
menginterpretasikan dan menerangkan
asal-ususl batuan.
Batuan sebagai agregat
mineral-mineral pembentuk kulit bumi secara genesa dapat dikelompokan dalam
tiga jenis batuan, yaitu :
1.
Batuan beku (Igneous Rock), adalah
kumpulan interlocking agregat mineral-mineral silikat hasil magma yang
mendingin (Walter T. Huang, 1962).
2. Batuan Sedimen (Sedimentary Rock), adalah
batuan hasil litifikasi bahan rombakan batuan hasil denudasi atau hasil reaksi
kimia maupun mengenai hasil kegiatan organisme (Pettijohn, 1964).
3. Batuan Metamorf (Metamorphic Rock), adalah
batuan yang berasal dari suatu batuan induk yang mengalami perubahan tekstur
dan komposisi mineral pada fase padat sebagai akibat perubahan kondisi fisika
(tekanan, temperatur, atau tekanan dan temperatur, HGF. Winkler, 1967,1979).
1.3 Tujuan Pembelajaran Petrografi
Tujuan dari studi petrografi adalah
memerikan dan mengelompokkan batuan secara optis sehingga dapat diketahui pertologinya,
hal ini akan sangat terbatas tanpa
bantuan dari cabang ilmu geologi lain, seperti mineralogi, mineral optik,
petrologi, dan petrografi. Kepentingan Petrogafi dalam hal ini merupakan bagian
sangat berarti dalam petrologi ( ilmu tentang pembentukan batuan ).
Pada pemerian petrografi, pertama-tama akan diamati mineral penyusun
batuan, selanjutnya tekstur batuan. Tekstur batuan sangat membantu dalam
pengelompokan batuan selain memberikan gambaran proses yang terjadi selama
pembentukan batuan.
1.4 Peralatan dan Bahan
Adapun Alat dan bahan yang digunakan
dalam praktikum petrografi yaitu :
a. Mikroskop polarisasi
b. Sayatan tipis
c. Tabel Interferensi warna
d. Tabel Penamaan batuan
e. Tabel dan grafik penentuan plagioklase
f. Format laporan dan alat tulis.
BAB II
PETROGRAFI BATUAN BEKU
II.1 Pengertian
Batuan Beku
Batuan beku terbentuk karena
pendinginan dan pembekuan magma. Magma adalah cairan silikat pijar didalam
bumi, bersuhu tinggi (900 - 13000 C), terbantuk alamiah dan berasal
dari dalam perut bumi atau bagian atas selimut atau cenderung bergerak kebagian
permukaan bumi. Karena
hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi
mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara
kimiawi, sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.
Dalam mempelajari, menganalisa dan
menginterprestasikan batuan beku terdapat beberapa hal yang sangat mendasar
yang harus diperhatikan yaitu kenampak secara optik dan makronya.Dalam penamaan
batuannya juga menggunakan persentasi mineral primer sebelum terjadi ubahan,
namun dapat digunakan kata terubah lajut dibelakangnya.Dalam mempelajari
sayatan tipis :Thin Section” juga dipelajari bersama-sama contoh setangannya,dikarenakan
sayatan tipisnya tidak mewakili batuan secara menyeluruh, juga persentasi
kehadiran mineraloginya.
II.2
Tekstur
Tekstur
menunjukan hubungan individu butir dengan butir yang ada disekitarnya,
tekstur berurusan dengan kenampakan skala
kecil. Dalam contoh dari kenampakan mikroskopis seperti : Tingkat kristalisasi,
ukuran dan bentuk butir, dan pertumbuhan bersama Kristal. Tekstur merupakan
kenampakan hubungan antra komponen dari batuan yang dapat mereflikasikan
sejarah kejadiannya atau petrogenesa.Tekstur tergantung atas beberapa faktor:
1. Tingkat
kristalisai
a.
Holokristalin : Seluruhnya terdiri dari massa kristal –
kristal
b.
Hollohialin : Seluruhnya terdiri dari massa gelas
c. Hipokristalin :
Sebagian terdiri dari massa kristal dan sebagian terdi dari massa gelas.
2. Ukuran
butir (wiliam, et, al, 1945)
1. Halus : Ø < 1 mm.
2. Sedang : Ø 1 – 5 mm.
3. Kasar : Ø 5 – 30 mm.
4. Sangat kasar : Ø > 30 mm.
3. Hubungan antar butir mineral didalam batuan
ditunjukan dari dominasi bentuk butirnya.
a. Euhedral/Idiomorfik
(Automorfik), Krisral – Kristal mempunyai bentuk lengkap dan dibatasi oleh
bidang batas yang jelas.
b. Anhedral/Allotriomorfik
(Xenomorfik), mineral tidak mempunyai bentuk sendiri yang jelas.
c. Subhedral/Hipidiomorfik,
bentuk – bentuk Kristal kurang baiksebagian sisi Kristal tidak jelas batasnya.
Anhedral
Subhedral Euhedral
4. Hubungan
Kristal
- Equigaranular,
butiran Kristal sutu mineral yang mempunyai ukuran butir hampir sama atau
seragam.
- Inequigranular,
butiran mineral suatu Kristal yang mempunyai ukuran butir yang tidak sama atau
tidak seragam.
II.2.1 Tekstur khusus.
Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan
genesis proses kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning.
Batuan beku intrusi dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda
dengan batuan beku ekstrusi atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk
kristal batuan beku dalam cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar
anhedral hingga subhedral (Tabel)
Tabel V.3. Tekstur batuan beku pada batuan
beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan ekstrusi dan pada batuan vulkanik
Jenis batuan
Tekstur
|
Intrusi dalam (plutonik)
|
Intrusi dangkal dan Ekstrusi
|
Batuan Vulkanik
|
Fabrik
|
Equigranular
|
Inequigranular
|
Inequigranular
|
Bentuk kristal
|
Euhedral-anhedral
|
Subhedral-anhedral
|
Subhedral-anhedral
|
Ukuran kristal
|
Kasar (> 4 mm)
|
Halus-sedang
|
Halus-kasar
|
Tekstur khusus
|
-
|
Porfiritik-poikilitik
Ofitik-subofitik
Pilotaksitik
|
Porfiritik: intermediet-basa
Vitroverik-Porfiritik:
Asam-intermediet
|
Derajad Kristalisasi
|
Holokristalin
|
Hipokristalin
Holokristalin
|
Hipokristalin
Holokristalin
|
Tekstur khusus
|
-
|
Perthit-perlitik
|
Zoning pada plagioklas, tumbuh bersama antara
mineral mafik dan plagioklas dan intersertal
|
a) Tekstur trakitik
- Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya orientasi mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
- Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
- Gambar V.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G. Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang
Gambar V.1.
Tekstur
trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah orientasi
dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga
masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto.
b) Tekstur
Intersertal
- Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal plagioklas; mikrolit plagioklas yang berada di antara / dalam massa dasar gelas interstitial.
Gambar V.2.
Tekstur
intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan gambar kanan
posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit
c) Tekstur Porfiritik
- Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
- Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
- Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk tekstur glomeroporphyritic.
Gambar V.3.
Gambar
kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan fenokris olivin dan
glomerocryst olivin (ungu) dan
plagioklas yang tertanam dalam massa dasar plagioklas dan granular
piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii). Gambar kanan: basalt olivin porfirik
yang tersusun atas fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan
plagioklas dalam massa dasar plagioklas intergranular dan piroksen granular
berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)
d) Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh
mineral plagioklas yang tersusun secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen
atau olivin (Gambar V.10). Jika plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh
mineral ferromagnesian, maka membentuk tekstur subofitic (Gambar V.11). Dalam
suatu batuan yang sama kadang-kadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara
bersamaan.
Secara gradasi, kadang-kadang terjadi
perubahan tektur batuan dari intergranular menjadi subofitik dan ofitik.
Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam batuan beku basa-ultra basa,
contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke subofitic dalam basalt
dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi kristal
yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan
diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi,
maka akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas
membentuk tekstur intersertal.
Gambar V.4.
Tekstur
ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral
olivin dan piroksen klino dan Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas
dikelilingi oleh mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur
poikilitik.
II.3
Struktur
Struktur
batuan yang berhubungan dengan magma dikenal dengan struktur batuan vulkanik,
struktur batuan plutonik, dan struktur dari hasil inklusi. Struktur batuan beku
yang pada umunya merupakan kenampakan skala besar sehingga dapat dikenali
dilapangan seperti :
a.
Perlapisan
b.
Lineasi
(laminasi, segregasi)
c.
Kekar
(lembar, tiang)
d.
Vesikuler
(bentuk, ukuran, pola)
e.
Aliran
- Masif: padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct: granit, diorit, gabro dan inti andesit
- Skoria: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak teratur; dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
- Vesikuler: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur; dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermediet-asam.
- Amigdaloidal: dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit
Gambar V.5.
Struktur
batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing mineral sangat
kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas
berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi
kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm
rongga
|
rongga
|
rongga
|
rongga
|
rongga
|
rongga
|
Gambar V.6.
Struktur
batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya gas saat pembekuan
yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada posisi nikol
sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris
plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter
0,5-1,5 mm, dan tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas
dan piroksen) dan rongga tak beraturan berdiameter <1 mm.
II.4 Klasifikasi
II.4.1. Konsep kerabat batuan
Berdasarkan mineralogi dan tekstur batuan,
maka Williams (1954) mengelompokkan kerabat batuan beku meliputi :
Ø Kerabat batuan ultramafik dan lamprofir
Ø Karabat batuan gabro kalk alkali
Ø Kerabat batuan gabro alkali
Ø Kerabat batuan diorite monzonit syenit
Ø Kerabat batuan granodiorit adamelit granit
Tabel 2.1 Diagranm ciri-ciri kerabat batuan
beku, Williams, 1954.
II.4.1.1 Batuan
Beku Asam
Kerabat
Batuan Granodiorit - Adamelit - Granit
a.
Pembagiannya
didasarkan atas perbandinganKF dengan TF.
b.
Dibedakan
dengan kerabat batuan Diorit – Monzonit – Syenit dari jumlah kuarsanya :
-
Ciri –
ciri : - kuarsa > 10%
-
KF >
1/8 TF
-
Indeks
warna 10
-
Mineralogi
: - kuarsa - Horblende <<
- Plagioklas asam (albit) - Biotit >>
Jenis batuan :
TEKSTUR
|
1/8TF < KF< 1/3TF
|
1/3TF < KF< 2/3TF
|
KF > 2/3 TF
|
Halus
|
Dasit
|
Riodasit
|
Riolit
|
Kasar
|
Granodiorit
|
Adamelit
|
Granit
|
Tekstur
Halus
·
Kelompok
Dasit – Riodasit – Riolit
·
Mempunyai
titik lebur yang rendah
- Tekstur yang khas : vitroferik, porfiritik, grafik, granofirik.
Ø Dasit
·
Indeks
warna 10
·
Tekstur
: porfiritik, vitroferik
·
Mineralogi
: - kuarsa > 10%
-
Biotit
>>
-
Hornblende
<
-
Plagioklas
asam (albit)
·
Pada
fenokris kuarsa sering memperlihatkan “embayment” akibat proses korosi larutan magma sisa.
Ø Riodasit
·
Tekstur
: trakhitik, vitroferik
·
Mieralogi
: - kuarsa > 10%
-
plagioklas
asam,
-
mafik
mineral : Hornblende <
Biotit >>
Ø Riolit
·
Tekstur
Holokriatali, holohialin
·
Mineralogi
: - kuarsa >105
-
KF >
2/3 TF
-
Plagioklas
asam (albit)
-
Sering
terdapat tekstur “Grafik” (pertumbuhsn bersama antara KF dengan kuarsa).
Ada dua macam Riolit :
·
Potash Riolit :
-
kaya K
-
Mineral
mafik : biotit, hb
-
embayment
sangat jarang
·
Soda
Riolit : kaya akan Na
·
Mineral
mafik :
amfibol
Tekstur
Kasar
Ø Granodiorit
·
Tekstur
: -
Hipidiomorfik granular
-
Tekstur khusus “Granophirik”
-
KF sering tumbuh bersama.
·
Mineralogi
: - Plagioklas (andesin)
-
Orthoklas
-
Kuarsa
> 10%
Ø Adamelit
·
Tekstur
: -
Hipidiomorfik granular
- Tekstur khusus Granofirik, Grafik
- Sering tampak Rapakivi (KF ditutupi oleh
plagioklas asam).
- Pertit terbentuk akibat gejala
unmixing/exolution.
·
Mineralogi
: - Kuarsa > 10%
-
Plagioklas asam (oligoklas, albit)
- Mafik
mineral : Hb <
Biotit [ khas
Ø Granit
·
Tekstur
: -
Hipidiomorfik granular, kadang porfiritik
- Khas :
Granofirik, Grafik, rapakivi, mkirmekitik
·
Mineralogi
: - Kuarsa > 10%, Plagioklas asam
(oligoklas, albit)
-
Mafik mineral : Biotit >>
Hb jarang
-
Bila
hornblende > 10% [ Granit hornblende
·
Granit kalk alkali
-
Mafik
mineral : Hb hijau, biotit, kuarsa >>, muskovit
-
Mineral
tambahan : Apatit, Zircon, bijih besi, sphene.
·
Granit alkali
-
Mafik
mineral : Hb coklat [ anhedral
-
Mineral
tambahan : Apatit, Zircon, dll
II.4.1.2
Batuan Beku Intermediet
Kerabat Batuan Diorit - Monzonit - Syenit
Ciri
- ciri : - Cl < 40
a.
Kandungan
silica 52% - 66%
b.
Tidak
mengandung kuarsa atau < 10%
c.
Feldspar
: Plagioklas An50
d.
Alkali
feldspar (KF)
e.
Tekstur
: porfiritik
f.
Tekstur
khusus : Pilotaksitik, vitriferik, trachyt
g.
Mineralogi
: Plagioklas, KF, Hornblende, Biotit, Olivine, Piroksen.
h.
Mineral
penyerta : apatit, zircon
Jenis batuan :
TEKSTUR
|
KF<1/3TF
|
1/3TF < KF< 2/3TF
|
KF > 2/3 TF
|
Feldspatoid
|
Halus
|
Andesit
|
Trachyandesit
|
Trachyt
|
Phonolite
|
Kasar
|
Diorit
|
Monzonit
|
Syenit
|
Feldspatoid
|
|
|
|
|
syenit
|
v Berbutir
Halus
Ø Andesit
Tekstur : Porfiritik, pilotaxitic,
vitroferik
Komposisi : - KF < 1/3 TF
-
Plagioklas
< An50 (oligoklas, Andesine)
-
Mineral
Mafik : Piroksen < , amfibol, Olivine <<< (jarang)
Berdasarkan
kandungan mineral mafik (>10%)
·
Andesit
olivine (okivin > 10%)
·
Andesit
piroksen (piroksen > 10%)
·
Andesit
hornblende/biotit (hornblende/biotit >10%)
Ø Propilit : Andesit yang semua mineral mafiknya telah
terubah menjadi mineral sekunder, sehingga indeks warna menjadi lebih rendah.
Perubahan tersebut karena larutan hydrothermal (“Propilitisasi”).
Ø Trachyandesit
(Latite)
Tekstur
: Porfiritik, trakhitik, pilotaksitik
Komposisi
: -
Kf > 10%, Plagioklas < An50 (oligoklas, andesine)
-
mineral
mafik : Hb >>, Px <<
-
mineral
penyerta : apatit, zircon, massa dasar : kriptokristalin atau gelas
Ø Trakhit
Tekstur
: Porfiritik, trakhitik, pilotaksitik
Komposisi
: -
Kf > 2/3 TF
-
mineral
mafik : Amfibol, biotit, piroksen <<
Masa
dasar : mikrolit
Bila
mengandung kuarsa > 10% = Rhyolit
Bila
mengandung feldspatoid > 10% = Phonolit
Sulit
dibedakan dengan trachyandesit
Ø Ponolit
v Berbutir
Kasar
Ø Diorit
Tekstur
: Equigranular, kadang – kadang Porfiritik
Komposisi
: -
Plagioklas < An50 (Andesin)
- Orthoklas sedikit, KF < TF
-
mineral
mafik : Px << , Hb >>, Biotit <<<
Bila
mengandung kuarsa > 10% disebut Diorit kuarsa
Mineral
penyerta : Apatit, Zircon
Struktur
zoning pada plagioklas macamnya progressive zoning, reverse zoning, oscillatory
zoning.
Ø Monzonit
Peralihan
antara syeit dan diorite
Indeks
warna 30 – 40
Tekstur
: Equigranular, hipidiomorfik granular
Tekstur
khusus : poikilitik, pertit/antipertit, mirmekit
Komposisi
: -
KF = Plagioklas
-
mineral
mafik : Px , Hb, Biotit
-
kuarsa
< 10 %
Bila
mengandung kuarsa > 10% disebut Monzonit kuarsa
Bila
kuarsa banyak : Adamelit
Ø Syenit
·
Indeks
warna (cl) rendah
·
KF >
2/3 TF
·
Kuarsa
< 10 %
Bila
mengandung kuarsa > 10% disebut Nordmakite, tekstur grafik, mirmekitik
Bila
tidak ada kuarsa, feldspatoid > 10 % : Feldspatoid syenit.
II.4.1.3
Batuan Beku Basa dan Ultra Basa
Ø
Dasar
Teori
·
Kerabat
Batuan Gabbro Alkali
Ciri
– ciri umum : - Cl 40 – 70
- Kandungan SiO2 45 – 52 %
- Feldspar / feldspatoid (>10 %), untuk membedakan dengan kerabat batuan gabbro kalk
alkali.
- Mineralogy : olivine, piroksen
- Tekstur : porfiritik, intergranular, ofitik, intersertal, poikilitik, trakhitik.
Macam
– macam batuannya :
v Tekstur halus / berbutir halus
Ø
Trachybasalt
Ø
Spilite
v Tekstur kasar
Ø
Kentalinite
Ø
Shonkinite
Ø
Malignite
·
Kerabat Batuan Gabbro Kalk Alkali
Ciri
– ciri : -
Indeks warna (Cl) > 40
-
Plagioklas
basa An50 – An80
-
SiO2
45 % – 52 %
-
Kuarsa,
K. Feldspar bias hatir / tidak hadir denga kehadiran < 10 %.
-
Mineralogy
: olivine, piroksen
Macam
– macam batuannya :
v
Tekstur
halus / berbutir halus
Ø Basalt
Ø Basalt olivine
Ø Diabas
Ø Tholeitik basalt
v
Tekstur
kasar
Ø Gabbro
Ø Norit
Ø Eucrit
Ø Anortosit
Ø Olivine gabbro
Ø Troctolit
Ø Gabbro kuarsa
·
Kerabat Batuan Ultramafik dan Lamprofir
Ciri –
ciri : - Disebut juga sebagai batuan atau kelompok peridotit
- Indeks warna (Cl) > 70
-
Tidak
mengandung feldspar
-
Kandunga
silica < 45 %
-
Mineral
utama adalah mieral mafik
-
Umumnya
berbutir kasar
-
Mineral
bijih : kromit, magnetit
-
Dijumpai
pada dasar intrusi (sill, lapolith)
-
Atau
sebagai hasil diferensiasi atau pemisahan langsung dari substratum (mantle
atas)
-
Merupakan
batuan yang tersuisun oleh mineral – mineral yang membeku pada kesempatan
pertama.
Macam – macam batuannya :
v Tekstur halus / berbutir halus
Ø Picrite
Ø Limburgite
v Tekstur kasar
Ø Dunite
Ø Peridotite
II.4.2 Klasifikasi Batuan
Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya
(a) Kelompok batuan beku
intrusi plutonik
1) Batuan beku basa
dan ultra-basa: dunit, peridotit
Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu
1000-1200o C, dan melimpah pada wilayah dengan tatanan tektonik
lempeng samudra, antara lain pada zona pemekaran lantai samudra dan busur-busur
kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya gelap hingga sangat gelap, mengandung
mineral mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3 bagian; batuan
faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik (intrusi dangkal atau
ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan tektoniknya,
kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun
yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.
Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi
dua kelompok besar dengan didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin
dan plagioklasnya; yaitu basa dan ultra basa (Gambar V.2). Batuan beku basa mengandung
mineral plagioklas lebih dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari
10%. Makin tinggi kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan
plagioklasnya dan makin ultra basa (Gambar V.2 bawah). batuan beku basa terdiri
atas anorthosit, gabro, olivin gabro, troktolit (Gambar V.2. atas). Batuan
ultra basa terdiri atas dunit, peridotit, piroksenit, lherzorit, websterit dan
lain-lain (Gambar V.2 bawah).
Gambar V.7.
Klasifikasi
batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik; sumber IUGS classification)
2) Batuan beku asam -
intermediet
Kelompok batuan ini melimpah pada
wilayah-wilayah dengan tatanan tektonik kratonik (benua), seperti di Asia
(daratan China), Eropa dan Amerika. Kelompok batuan ini membeku pada suhu
650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu batuan
beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid) dan batuan beku miskin
kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa kuarzolit, granitoid, granit
dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit, monzonit, monzodiorit,
diorit, gabro dan anorthosit (Gambar V.3). Jika dalam batuan beku tersebut
telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung mineral foid, begitu pula
sebaliknya.
Gambar V.8.
Klasifikasi
batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi kuarsa, alkali feldspar,
plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS classification)
(b)
Kelompok batuan beku luar
Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70%
batuan beku yang tersingkap di Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya
dapat dijumpai di sepanjang busur vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa
kini, jaman Tersier maupun busur gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini
juga dapat dikelompokkan sebagai batuan asal gunung api. Batuan ini secara
megaskopis dicirikan oleh tekstur halus (afanitik) dan banyak mengandung gelas
gunung api. Didasarkan atas kandungan mineralnya, kelompok batuan ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu kelompok dasit-riolit-riodasit,
kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit (Gambar V.4).
Gambar V.9.
Klasifikasi
batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas kandungan kuarsa,
feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)
Tata nama tersebut bukan berarti ke empat
unsur mineral harus menyusun suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua
mineral yang dapat hadir bersama-sama. Di samping itu, ada jenis mineral
asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti horenblende (amfibol),
piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat hadir sebagai mineral asesori
dengan plagioklas dan feldspathoid.
Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral
feldspar yang terbentuk karena komposisi magma kekurangan silika, sehingga
tidak cukup untuk mengkristalkan kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di
dalam batuan beku berafinitas intermediet hingga basa, berasosiasi dengan
biotit dan amfibol, atau biotit dan piroksen, dan membentuk batuan basanit dan
trakit-trakiandesit. Batuan yang mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar,
jarang atau sulit hadir bersama-sama dengan mineral feldspar, seperti dalam
batuan beku riolit.
II.4.3 Klasifikasi Batuan
Beku Berdasarkan Deret
Bowen
Gambar klasifikasi batuan beku berdasarkan
deret Bowen.
II.4.4 Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan (
Anthony R. Philpott, 1989 ).
Gambar : klasifikasi batuan beku ultramafik
& beku volkanik ( Anthony R. Philpott, 1989 ).
II.5
Penentuan Jenis Plagioklase
Cara penentuan Jenis plagioklase yaitu dengan
melihat jenis kembarannya, ada 3 metode dalam penentuan plagioklase yaitu :
1.Metode Michel Levy : dengan kembaran
Albit.Digunakan kurva :Michel Levy.
2.Metode dengan kembaran Carlsbad-Albit: menggunakan
kurva F.E Wright
3.Sudut inklinasi dengan kembaran periklin :
menggunakan kurva E.Schmidt.
Gambar Metode Michel Levy : dengan kembaran Albit
Gambar Metode Michel Levy : dengan kembaran Albit.Digunakan
kurva:Michel Levy
Gambar Metode dengan kembaran Carlsbad-Albit:
menggunakan kurva F.E Wright
.
Gambar Sudut
inklinasi dengan kembaran periklin : menggunakan kurva E.Schmidt.
II.6 Petrogenesa
Petrogenesa
batuan beku cukup didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku
dikelompokkan menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif
(lava). Pembekuan batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik;
sedangkan batuan beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava,
sebagai bagian dari kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain
berupa batholith, stock (korok), sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith.Karena
pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun
atas mineral-mineral yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan
dengan batuan beku ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi
dalam (plutonik), seperti intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak
membutuhkan pengamatan mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal
seperti korok gunung api (stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith
umumnya memiliki tekstur halus karena sangat dekat dengan permukaan.
BAB III
PETROGRAFI BATUAN PIROKLASTIKA
III. 1 Pengertian Batuan Piroklastika
Pada dasarnya
batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme. Aktivitas
vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik secara efusif
(ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar dengan
jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan
eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api)..
Didasarkan atas komposisi materialnya,
endapan piroklastika terdiri dari tefra (pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom dan blok gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan
jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan
seruakan piroklastika. Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan
komponen utama gas dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi.
Mekanisme transportasi dan pengendapannya
dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material
piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava, kolom letusan, dan guguran
onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979). Material yang berasal dari tubuh
kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi magma dan batuan dinding saat
letusan. Dalam endapan piroklastika,
baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal
dari batuan dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut
terbawa saat tertransportasi.
Gambar Material piroklastika.
III.2
Komponen penyusun batuan piroklastik :
1. Kelompok material Esensial (Juvenil).
Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah material langsung dari magma yang diteruskan
baik yang tadinya berupa padatan atau cairan serta buih magma. Masa yang
tadinya berupa padatan akan menjadi blok piroklastik, masa cairan akan segera
membeku selama diletuskan dan cenderung membentuk bom piroklastik dan buih
magma akan menjadi batuan yang porous dan sangat ringan, dikenal dengan
batuapung.
2. Kelompok material Asesori (Cognate).
Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah bila materialnya berasal dari endapan
letusan sebelumnya dari gunungapi yang sama atau tubuh vulkanik yang lebih tua.
3. Kelompok Asidental (bahan asing)
Yaitu
material hamburan dari batuan dasar yang lebih tua dibawah gunungapi tersebut,
terutama adalahbatuan dinding disekitar leher vulkanik. Batuannya dapat berupa
batuan beku, endapan maupun batuan ubahan.
III.3
Mekanisme pembentukan endapan
piroklastik
Ø Endapan Piroklastik Jatuhan (pyroclastic fall)
Yaitu onggokan piroklastik yang diendapkan
melalui udara. Endapan ini pada umumnya akan berlapis baik, dan pada lapisannya
akan memperlihatkan struktur butiranbersusun. Endapan ini meliputi Aglomerat,
Breksi, Piroklasti, tuff dan lapili.
Ø Endapan Piroklastik Aliran (pyroclastic flow)
Yaitu material hasil langsung dari pusat
erupsi kemudian teronggokan disuatu tempat. Umumnya berlangsung pada suhu
tinggi antara 500 0C – 600 0C dan temperaturnya cenderung menurun selama
pengalirannya. Penyebaran pada bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi
sebab sifat – sifat endapan tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan.
Bagian bawah menampakkan morfologi asal dan atasnya datar.
Ø Endapan Piroklastik Surge (pyroclastic surge)
Yaitu suatu awan campuran dari bahan padat
dan gas atau uap air yang memiliki rapat masa rendah dan bergerak dengan
kecepatan tinggi secara turbulen diatas permukaan. Umumnya memiliki struktur
pengendapan primer seperti laminasi dan perlapisan bergelombang hingga planar.
Yang khas dari endapan ini adalah struktur silang siur, melensa dan bersudut
kecil. Endapan surge umumnya kaya akan keratan batuan dan kristal.
III.4 Tekstur
Menurut Pettijohn
(1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus dapat dikelompokkan
dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff. Menurut
Fisher (1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat dikelompokkan ke
dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan penyusunnya.
Gambar VI.1 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.
Gambar VI.1.
Klasifikasi
batuan gunung api fragmental berdasarkan tekstur menurut Pettijohn (1975; kiri)
dan Fisher (1966; kanan)
III.5
Klasifikasi
1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan
eksplosif, selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat
tersusun atas fragmen litik, gelas shards,
dan atau hancuran mineral sehingga membentuk tekstur piroklastika
Gambar : Batuan tuf gunung
api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol sejajar). Dalam
sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat kembaran pada
hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.
plagioklas
|
Litik teralterasi
|
Litik teralterasi
|
plagioklas
|
2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir
antara 2-64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera)
berasosiasi dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami
konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili
terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam massa
dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar VI.3 adalah batu
lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam massa
dasar tuf.
Gambar
VI.2. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama
dengan kristal kuarsa dan tertanam dalam massa dasar tuf halus..
Gambar VI.3.
Batuan
gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite):
Glass
shards, dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam rongga-rongga
pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang berbentuk platy
hingga cuspate, kebanyakan dari gelas
ini menunjukkan tekstur simpang tiga (triple
junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding gelembung gas. Dalam
beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak terelaskan, namun dapat
tersimpan dengan baik di dalam batuan (Gambar VI.4).
3)
Batuan gunung api yang
terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan pumis yang mengalami
kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga pengendapannya. Biasanya
pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat jatuh bebas, yang secara
petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas / gelas,
arah jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal dan fragmen
litik, (3) lipatan shards di sekitar
fragmen litik dan kristal, dan (4) jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam
massa gelasan lenticular yang disebut fiamme (Gambar VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api
dapat diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada
kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan
obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan kristal.
LAMPIRAN RESMI
ACARA PENGENALAN
PETROGRAFI
BATUAN BEKU
BAB IV
PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN
PETROGRAFI BATUAN SEDIMEN
IV.1 Pengertian Batuan Sedimen
Batuan
sedimen adalah batuan yang terbentuk sesuai dengan pemadatan dari bahan endapan
lepas atau penguapan kimia dari suatu larutan pada atau dekat permukaan bumi,
suatu batuan aorganik yang terdiri dari sisa – sisa tetumbuhan dan hewan yang
sudah mati. Material pembentukan batuan sedimen terjadi karena ketidakstabilan
secara kimia maupun secara fisika dari pembentukan batuan beku maupun batuan
metamorf terhadap kondisi atmosfer. Keseimbangan yang baru ini akan membentuk
material baru ataupun material rombakan sebagai material pembentuk batuan
sedimen.
Di dalam proses sedimentasi berlangsung proses erosi,
transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk di
dalam kelompok batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas
gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari:
- Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi butirannya
·
Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan
dengan kondisi batuannya.
IV.2 Tekstur
Tekstur batuan sedimen merefleksikan sejarah
pembentukannya.Tekstur batuan sedimen terdiri dari Klastik (merupakan tekstur
hasil transportasi) dan Non klastik (tekstur yang dihasilkan tidak dari proses
transportasi : kalsitifikasi, evaporit, biokimia, dan proses alami
lainnya),Tekstur batuan sedimen terdiri dari :
a.
Bentuk
butir
Bentuk butir
didapatkan berdasarkan perbandingan diameter panjang, menengah dan pendek. Maka
eda empat bentuk butir didalam batuan sedimen yaitu : Oblate, Equant,
Bladed,dan Prolate.
Gambar:
Empat kelas bentuk butir berdasarkan perbandingan diameter panjang (l),
menengah (i) dan pendek (s) menurut T. Zingg. Kelas A = oblate (tabular atau
bentuk disk); B = equant (kubus atau bulat); C = bladed dan D = prolate (bentuk
rod).
b.
Kebundaran
Berdasarkan
kebundaran atau keruncingan dari butir sedimen maka kategori kebundaran
ditunjukan dalam enam tingkat, yaitu :
1. Sangat
meruncing (sangat menyudut) (very angular)
2. Meruncing
(menyudut) (angular)
3. Meruncing
(menyudut) tanggung (subangular)
4. Membundar
(membulat) tanggung (subrounded)
5. Membundar
(membulat (rounded), dan
6. Sangat
membundar (membulat) (well-rounded).
Gambar: kategori kebundaran dan keruncingan
butiran sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).
a.
Ukuran
Butir
Pada umumnya ukuran
butir pada batuan sedimen menggunakan klasifikasi Pettijohn, yaitu :
Ukuran butir (mm)
|
Nama butiran
|
Nama batuan
|
Ø – 256
|
Boulder/
bongkah
|
Breksi (
bentuknya runcing)
|
64 – 256
|
Cobble/
kerakal
|
Konglomerat
( bentuknya relative membulat
|
4 – 64
|
Pebble
|
Batupasir
kasar
|
2 – 4
|
Granule (
kerikil )
|
Batupasir
sedang
|
1/16 – 1/
2
|
Sand (
pasir )
|
Batupasir
halus
|
1/16 –
1/256
|
Silt (
lanau )
|
Batulanau
|
Ø
|
Clay (
lempung )
|
batulempung
|
b.
Kemas/
fabric
Pada batuan sedimen
kemas terbagi kedalam dua istilah yaitu kemas tertutup dan kemas terbuka.
1. Kemas tertutup, bila butiran fragmen di dalam batuan
sedimen saling bersentuhan atau bersinggungan atau berhimpitan, satu sama lain
(grain/clast supported). Apabila ukuran butir fragmen ada dua macam
(besar dan kecil), maka disebut bimodal clast supported. Tetapi bila
ukuran butir fragmen ada tiga macam atau lebih maka disebut polymodal clast
supported.
2. Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling
bersentuhan, karena di antaranya terdapat material yang lebih halus yang
disebut matrik (matrix supported).
Gambar :
memperlihatkan kemas di dalam batuan sedimen, meliputi bentuk pengepakan (packing),
hubungan antar butir/fragmen (contacts), orientasi butir atau arah-arah
memanjang (penjajaran) butir, dan hubungan antara butir fragmen dan matriks.
Gambar 3.4 Batuan sedimen berkemas butir: paking, kontak dan orientasi
butir serta hubungan antara butir matrik.
c. Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran
butir penyusun batuan sediment, artinya bila semakin seragam ukurannya dan
besar butirnya juga seragam maka pemilahan semakin baik.
1.
Pemilahan baik, bila ukuran butir dalam batuan sedimen tersebut seragam.
Hal ini biasanya terjadi pada batuan sedimen dengan kemas tertutup
2. Pemilahan sedang, bila ukuran butir didalan
batuan sedimen ada yang seragam dan ada yang tidak seragam.
Gambar Pemilahan ukuran butir di dalam batuan
sedimen.
F .Porositas
Porositas
adalah tingkatan banyaknya lubang dalam atau pori didalam batuan. Batuan
dikatakan mempunyai porositas yang tinggi apabila dijumpai pori. Sedangkan
batuan dikatakan berporositas rendah apabila kenampakannya kompak atau
tersementasi dengan baik sehingga tidak ada pori.
. g. Permeabilitas
Tingkat kemampuan suatu batuan untuk
meluluskan air yang terdiri dari batuan yang permeabel yaitu batuan yang dapat
meloloskan air dan batuan impermiabel yaitu batuan yang tidak dapat meloloskan
air lewat porinya.
IV.3
Komposisi Mineral Batuan
Mineral-mineral yang biasanya
menyusun batuan sediment berupa mineral tek stabil (olivine, piroksen,
hornblende, biotit, dan feldspar) dan mineral stabil (albit, ortoklas,
mikroklin, muscovite, dan kuarsa).
Mineral tak stabil
terbagi dalam dua kelompok yaitu :
Ø
Mineral
Alogenik
Mineral
ini dimulai dari mineral yang paling tidak stabil yaitu olivine, piroksen,
plagioklas Ca (An 50 – 100), hornblende, andesine – oligoklas, sfene, epidot,
andalusit, staurolit, kianit, megnetit, ilmenit, garnet, dan spinel.
Ø
Mineral
Autigenik
Mineral
stabil dalam kondisi diagenesa dan tidak stabil dalam proses pengendapan, yaitu
: gypsum, karbonat, apatit, glaukonit, pirit, zeolit (terutama yang kaya akan
Ca), klorit, ortoklas, mikroklin.
Mineral stabil dalam
siklus sedimentasi baik mineral alogenik maupun produk autigenik seperti :
mineral lempung, kuarsa, rijang, muskovit, tourmaline, sirkon, rutil, brokit,
anatase.
IV.4 Struktur
Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari
perlapisan normal dari batuan sedimen sebagai akibat dari proses pengendapan
dan kondisi energi pembentukannya. Pembentukannya dapat tejadi pada waktu
pengendapan ataupun segera setelah proses pengendapan.Pembelajaran struktur
sedimen akan sangat baik dilakukan di lapangan (Pettijohn, 1975). Pada batuan
sedimen, struktur dapat dikelompokkanmenjadi 2 yaitu: struktur syngenetik dan
struktur epygenetik.
1.
Struktur syngenetik
a.
Karena proses fisik
·
Struktur ekstemal: kelihatan dari luar,
misal:(contoh: bentuk lembaran, lensa, lidah, delta,dan lain-lain).termasuk
didalamnya berupa konkresi menjari dan melidah.
·
Struktur intemal : tercermin pada batuan
sedimen itu sendiri. (contoh: a.Perlapisan dan laminasi: pelapisan normal, perlapisan silang siur,
perlapisan bersusun.b.Kenampakan
permukaan lapisan:
ripple mark, md curk, rain drops print, swash and rill marks, flute cast dan
load cast.c.Struktur deformasi: terjadinya perubahan struktur batuan pada saat
sedimen terendapkan karena adanya tekanan).
b.
Karena proses biologi
·
Struktur ekatenal: contoh: biostromes
dan bioherm.
·
Struklur intemal: contoh: fosil dalam
batuan.
2.
Struktur epigenetik
a. Karena
proses fisik
·
Struktur eksternal: kelihatan dari luar,
(contoh: batas antara tiap lapiaan seperti batas tegas atau gradual, batas
selaras atau tidak selaras: lipatan dan struktur).
·
Struktur intemal: tercermin pada batuan
sedimen itu sendiri. (contoh: "clastic dike” yaitu terjadi karena adanya
tekan hidrostiatika yang kuat sehingga materlal seperti diinjeksikan).
b. Karena
proses kimia dan organisme
Contoh: Corrosion zone, concreations, stilolites, cone in cone,
crystal mold and cast seins and dike.
IV.5 Klasifikasi
Berdasarkan proses dominan yang mempengaruhi:
Sedimen Klastika terrigen (silisiklastika atau epiklastika); Sedimen biogen,
biokimia dan organik; Sedimen kimiawi dan Sedimen volkaniklastika.
Sedimen klastika
terrigen
|
Sedimen biogen,
biokimia & organik
|
Sedimen kimiawi
|
Sedimen volkaniklastika
|
Konglomerat/ breksi,
batupasir dan mudrocks
|
Batugamping, rijang,
fosfat, batubara dan “oil shale”
|
Sedimen evaporit dan
“ironstone”
|
Ignimbrit,
aglomerat, tuf
|
Tabel : Klasifikasi Batuan Sedimen
Gambar : Klasifikasi batuan sedimen (Koesoemadinata
1981
Gambar
: Klasifikasi umum batuan sedimen
V.5.1 Klasifikasi Konglomerat dan
breksi
Gambar
: Klasifikasi Batuan sedimen yang fragmennya pebble dan cobble.
V.5.2.Klasifikasi Batupasir
Bahan penyusun utama batu pasir:
•
Kuarsa/silika (kuarsa, opal & kalsedon)
•
Felspar
(K-felspar & plagioklas)
•
Fragmen
batuan
Gambar5.1
Klasifikasi batupasir menurut Pettijohn (1973)
Gambar
:Sayatan tipis batuan Quartz arenit
Gambar
5.21 Klasifikasi batupasir menurut Pettijohn dimodifikasi (1973)
Gambar
5.3 klasifikasi batuan sedimen menurut gilbert, 1954.
Macam
– macam batu pasir menurut Pettijhon (1973), yaitu :
•
Feldspathic
sandstone (Batupasir felspar) : Batupasir dengan penyusun utama felspar
(felspar > 10 %)
•
Arkose :
jenis batupasir felspar yang banyak juga mengandung kuarsa (Gbr. 7-7, hal. 214,
Pettijohn, 1975).
•
Lithic
sandstone (Batupasir litik) = batupasir
graywacke, yaitu batupasir dimana proporsi fragmen batuan sama dengan proporsi
felspar.
•
Batupasir
subgraywacke = lithic arenit, yaitu batupasir dengan matriks < 15 %, dan
proporsi butiran lithik sebanding dengan felspar, yaitu 25 %.
•
Quartz
arenit = batupasir kuarsa, yaitu batupasir dengan penyusun utama mineral kursa.
Batupasir yang lain:
•
Green sand: batupasir banyak mengandung glaukonit.
•
Phosphatic sandstone: batupasir banyak mengandung
mineral fosfat.
•
Calcarenaceous sandstone: batupasir yang tersusun
oleh detrital kuarsa dan karbonat (dalam bentuk pecahan cangkang atau oolit).
•
Calcareous sandstone: batupasir dimana karbonat
berfungsi sebagai semen.
•
Calclithites: batupasir dimana komponen litik
berasal dari rombakan batuan karbonat.
•
Ilacolumite: Batupasir banyak mengandung sekis (Fig.
7-32, hal. 247, Pettijohn, 1975).
•
V.5.3
Sedimen Karbonat (Non Klastik)
•
Gambar
: Klasifikasi batu gamping Folk (1959 dalam WTG, 1982)
Gambar :Klasifikasi batugamping berdasar kedewasaan tekstur (Folk,1959
dalam Tucker & Wright, 1990
Gambar : Klasifikasi dan penamaan batugamping
(Dunham, Folk, Grabau dalam WTG 1982).
Gambar : Klasifikasi Batugamping modifikasi dari Folk
1959 dalam Tucker & Wright, 1962 oleh
(C.G.St.C Kendal 2005)
Gambar : Klasifikasi Tekstur Batugamping terumbu oleh
Embry & Klovan (1971) dan James (1984).
VI.Provance
Batuan
sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material
lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran
gravitasi, gerakan tanah atau tanah longsor.
Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium
karbonat, silika, garam dan material lain.
Batuan sedimen klastika (detritus,
mekanik, eksogenik) adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil
pengerjaan kembali (reworking) terhadap batuan yang sudah ada. Proses
pengerjaan kembali itu meliputi
pelapukan, erosi, transportasi dan kemudian redeposisi (pengendapan
kembali). Sebagai media proses tersebut adalah air, angin, es atau efek
gravitasi (beratnya sendiri). Media yang terakhir itu sebagai akibat longsoran
batuan yang telah ada. Kelompok batuan
ini bersifat fragmental, atau terdiri dari butiran/pecahan batuan (klastika)
sehingga bertekstur klastika.
Batuan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen
yang terbentuk sebagai hasil penguapan suatu larutan, atau pengendapan material
di tempat itu juga (insitu). Proses pembentukan batuan sedimen kelompok
ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan kombinasi di antara keduanya
(biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia,
misalnya CaO + CO2 ® CaCO3.
Secara organik adalah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang atau
tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh
pembentukan rumah binatang laut
(karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan
sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.
Sanders (1981)
dan Tucker (1991), membagi batuan sedimen menjadi :
1. Batuan
sedimen detritus (klastika)
2. Batuan
sedimen kimia
3. Batuan
sedimen organik, dan
4. Batuan
sedimen klastika gunungapi.
Batuan sedimen jenis ke empat itu
adalah batuan sedimen bertekstur klastika dengan bahan penyusun utamanya
berasal dari hasil kegiatan gunungapi.
Graha (1987) membagi batuan sedimen menjadi 4 kelompok juga, yaitu :
1.
Batuan sedimen detritus
(klastika/mekanis)
2.
Batuan sedimen batubara
(organik/tumbuh-tumbuhan)
3. Batuan
sedimen silika, dan
4. Batuan
sedimen karbon
LAMPIRAN RESMI
ACARA PENGENALAN
PETROGRAFI
BATUAN
SEDIMEN
BAB V
PETROGRAFI BATUAN METAMORF
V.1
Pengertian Batuan Metamorf
Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan
induk (batuan beku, sedimen, maupun batuan metamorf) yang telah mengalami
perubahan minerologi, tekstur dan struktur akibat pengaruh temperatur dan
tekanan yang tinggi.
Kata
“metamorf” berasal dari Yunani, “META” = perubahan, “MORPH” = bentuk, jadi metamorf adalah
perubahan bentuk. Dalam ilmu geologi, metamorf khusus menjelaskan perubahan
kumpulan dan tekstur mineral dimana hasilnya berasal dari inti batuan berupa
tekanan dan perbedaan temperature dari bentuk batuan dasar. Diagenesis juga
menjelaskan perubahan bentuk dari batuan sediment. Didalam geologi proses diagenesa
terbentuk pada temperature kurang lebih 2000 C, dan tekanan kurang
dari 300Mpa standard Mpa berupa mega pascal dengan eqivalen tekanan berkisar
3000 atm. Metamorfisme terbentuk pada temperature dan tekanan minimal
lebih dari 2000 C dan lebih dari 300 Mpa. Batuan dapat juga
terbentuk pada temperature dan tekanan yang tinggi, seperti halnya batuan yang
berada dibawah pada suatu kedalaman di dalam bumi. Burial biasanya berada pada suatu tempat seperti hasil dari proses
tektonik, misalnya tumbukan benua ( Subduksi ). Batas tertinggi dari
metamorfisme terjadi pada tekanan dan temperature yang menyebabkan Partial melting.
V.2 Metamorfisme
Metamorfisme adalah proses perubahan
struktur dan mineralogy batuan yang berlangsung pada fase padatan, sebagai tanggapan
atas kondisi kimia dan fisika yang berbeda dari kondisi batuan tesebut
sebelumnya. Metamorfosa tidak temasuk pada proses pelapukan dan diagenesa.
Wilayah proses berada antara suasana akhir proses diagenesa dan permulaan
proses peleburan batuan menjadi tubuh magma.
Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi empat yaitu
1.Metamorfisme Kontak
Terjadi
pada batuan terpanasi leh intrusi magma yang besar. Pancaran panas tersebut
akan semakin menurun bila semakin jauh dari tubuh intrusinya.
2.Metamorfisme Kataklastik
Terbatas
pada sekitar sesar, dengan penghancuran mekanik dan tekanan shear menyebabkan
perubahan fabric batuan. Batuan hasil kataklastik seperti breksi sesar,
milonit, filonit, dinamai berkaitan dengan ukuran butirnya.
3.Metamorfisme Regional
Dinamothermal
Sering
dikaitkan dengan jalur orogenesa, berlangsung berkaitan dengan gerak – gerak
penekanan. Hal ini dibuktikan dengan struktur siskositas.
4.Metamorfisme Regional Beban
Metamorfisme
ini tidak berkaitan dengan orogenesa atau intrusi magma. Suatu sediment pada
cekungan yang dalam akan terbebani material diatasnya. Suhunya hingga pada
kedalaman yang besar yang berkisar antara 4000C – 4500C.
Gambar
Diagram skematik yang memperlihatkan hubungan antara T & P untuk
jenis-jenis metamorfosa yang berbeda (Winkler, 1967).
V.3
Tekstur
V.3.1
Tekstur Secara Petrografi
Secara umum kandungan
mineral didalam batuan metamorf akan mencerminkan tekstur, contoh melimpahnya
mika akan memberikan tekstur skistose pada batuannya. Dengan demikian tekstur
dan minerologi memegang peranan penting di dalam penamaan batuan metamorf.
Dengan munculnya konsep fasies, penamaan batuan kadang – kadang rancu dengan
pengertian fasies.
Mineral dalam batuan metamorf disebut
mineral metamorfisme yang terjadi karena kristalnya tumbuh dalam suasana padat
dan batuan mengkristal dalam lingkungan cair.
1. Bentuk
-
Idioblastik, merupakan suatu Kristal
asal metamorfisme yang dibatasi oleh muka Kristal itu sendiri
-
Xenoblastik, merupakan suatu Kristal
asal metamorfisme yang dibatasi bukan oleh muka kristalnya sendiri, ini
ekivalen dan anhedral.
2. Orientasi
a. Orientasi yang tidak kuat
Batuan
equigranuler yaitu batuan dengan butiran – butiran mineral yang hampir sama
ukurannya.
-
Tekstur mosaik : kristalnya
eqiudimensional, pada umumnya berbentuk polygonal dengan batas – batas Kristal
lurus atau melengkung.
-
Tekstur suture : kristalnya
equidimensional atau lentikuler, mempunyai batas – batas tak teratur, banyak
diantaranya saling menembus terhadap butir – butir disampingnya. Jika batuan
xenoblastik sangat interlocking disebut
suture.
-
Tekstur mylenitik : suatu penghancuran
mekanik, berbutir amat halus tanpa rekristalisasi mineral – mineral primer dan
beberapa batuannya memperlihatkan kenampakan berarah sebagai lapisan – lapisan
tipis material terhancurkan dapat terlitifikasi oleh proses sementasi larutan
hidrotermal.
-
Tekstur hornfelsik : suatu jenis yang
berkembang dalam batuan sedimen pelitik oleh metamorfisme termal. Shale dan
batuan karbonat berubah secara luas tetapi batupasir memperlihatkan sedikit
menjadi kuarsit. Perwujudan nyata berupa pembentukan mika dan klorit yang
terlihat sebagai bintik – bintik.
Batuan inequigranuler yaitu batuan
yang ukuran butirannya relatif tidak seragam. Secara mendasar berasal dari 2
proses : 1) rekristalisasi dalam suatu batuan polimineral sebagai hasil
metamorfisme tanpa dipengaruhi oleh tegangan yang berarah ; 2) penghancuran
mekanik yang tidak sempurna dan tidak disertai oleh perkembangan suatu orientasi
yang kuat.
-
Tekstur kristaloblastik : suatu tekstur
kristalin yang terbentuk oleh kristalisasi metamorfisme
a) Xenonoblstik,
bila kristalnya subhedral dan unhedral.
b) Idioblastik,
bila kristalnya euhedral.
c)
Lepidoblastik, bila orientasi
mineral - mineral pipih atu tabular menunjukkan hampir paralel atau paralel.
d)
Nematoblastik, bila susunan paralel
atu hampir parallel merupakan mineral – mineral prismatik atau fibrous.
-
Tekstur porfiriblastik : merupakan
tekstur kristoblastik yang tersusun oleh 2 mineral atau lebih. Berbeda ukuran
butirnya dan ekivalen dengan tekstur porfiritik dalam batuan beku, kristal –
kristal yang besar yang besar (tunggal) disebut porfiroblast.
Gambar
: Tekstur Porfiroblast dan poikiloblastik
-
Tekstur poikiloblastik : istilah lain
dari tekstur saringan ”sieve” yang dicirakan oleh porfiroblast – porfiroblast
yang mengandung sejumlah butiran – butiran yang lebih kecil (inklusi).
-
Tekstur dedussate : merupakan tekstur
kristoblastik pada batuan polimineral yang tidak menunjukkan butiran – butir
terorientasi. Biotit melimpah dalam hornfels dan umumnya tersusun sembarangan.
-
Tekstur kataklastik atau autoklastik :
dihasilkan oleh penghancuran mekanik tanpa disertai proses rekristalisasi yang
esensial. Batuan dapat atau tanpa memperlihatkan kenampakan berarah.
-
Tekstur mortal : suatu tekstur yang
terdiri dari fregmen mineral lebih besar di dalam masa dasar material
terhancurkan dan tersusun oleh Kristal – Kristal yang sama. Setiap individu
mineral mineral sering memperlihatkan pembengkokan mekanik, bagian tepi
terhancur. Struktur mortar berkembang sebagai tekstur kataklastik dalam batuan
quartztose
atau quartz feldspar.
V.3.2
Tekstur Metamorfisme
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara
tipikal penamaanya mengikuti kata-kata
yang mempunyai akhiran -blastik.
Contohnya, batuan metamorf
yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut
dengan granoblastik. Secara umum
satu atau lebih mineral yang hadir
berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan
porphiroblast.
Gambar Tekstur Granoblastik
Atau
juga menunjukkan batuan asalnya misal
awalan “meta” untuk memberikan nama suatu batuan metamorfisem apabila masih
dapat dikenali sifat dari batuan asalnya contoh : metasedimen, metaklastik,
metagraywacke, metavolkanik,dan lain- lain.Jika batuan masih terlihat tekstur sisa maka tekstur
diakhiri akhiran “Blasto” misal blasto porfiritik, dan memakai
akhiran”blastik” apabila ataun asal maupan sisa bataun sudah tidak kelihatan
lagi karena telah mengalami proses rekristalisasi contoh “Granolobastik” dan
lain lain.
V.4
Struktur
Struktur
dalam batuan metamorf adalah kenampakan pada batuan yang tediri dari bentuk,
ukuran dan orientasi kesatuan banyak butir mineral. Secara umum dapat dibedakan
menjadi : struktur foliasi dan struktur
non foliasi.
V.4.1
Struktur Foliasi
a.
Struktur Skistose:
struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit,
felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b.
Struktur Gneisik: struktur
yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular
relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
c.
Struktur Slatycleavage:
sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus
(dalam mineral lempung).
d.
Struktur Phylitic: sama
dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai
agak kasar.
V.4.2 Struktur Non Foliasi
a.
Struktur Hornfelsik:
struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.
b.
Struktur
Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan
asal.
c.
Struktur Milonitik:
struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang
berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d.
Struktur Pilonitik:
struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk
paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah
mendekati tipe struktur filit.
e.
Struktur Flaser:
sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang
tertanam pada masa dasar milonit.
f.
Struktur Augen:
sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar
dalam masa dasar yang lebih halus.
g.
Struktur Granulose:
sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam.
h.
Struktur Liniasi:
struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus atau fibrous.
V.5 Klasifikasi
Jenis batuan metamorf penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi
mineral, seperti: Marmer disusun
hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur
granoblastik. Kuarsit adalah batuan
metamorfik bertekstur granobastik dengan
komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi
dari batupasir atau chert/rijang.
Secara umum
jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
·
Amphibolit: Batuan yang berbutir
sedang sampai kasar komposisi utamanya
adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
·
Eclogit: Batuan yang berbutir
sedang komposisi utama adalah
piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya
alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi
kimia seperti basal, tetapi
mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
·
Granulit: Batuan yang
berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin)
mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari
lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
·
Hornfels: Berbutir
halus, batuan metamorfisme
thermal terdiri dari butiran-butiran yang
equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa
fenokris mungkin ada. Butiran-butiran
kasar yang sama disebut granofels.
·
Milonit: Cerat berbutir
halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari
batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau
ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan
mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika,
batuannya disebut philonit.
·
Serpentinit: Batuan yang
hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral
asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin
dan piroksen.
·
Skarn: Marmer yang tidak
bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet,
epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup
(country rock) pada kontak batuan beku.
V.6
Petrogenesa
Metamorfisme terbentuk pada
temperature dan tekanan minimal lebih dari 2000 C dan lebih dari 300
Mpa.Metamorfisme adalah proses perubahan struktur dan mineralogy batuan yang
berlangsung pada fase padatan, sebagai tanggapan atas kondisi kimia dan fisika
yang berbeda dari kondisi batuan tesebut sebelumnya. Metamorfosa tidak temasuk
pada proses pelapukan dan diagenesa. Wilayah proses berada antara suasana akhir
proses diagenesa dan permulaan proses peleburan batuan menjadi tubuh magma.
Gambar Klasifikasi Batuan Metamorf berdasarkan tekanan dan suhu (O’Dunn dan Sill, 1986).
LAMPIRAN RESMI
ACARA PENGENALAN
PETROGRAFI
BATUAN
METAMORF