Senin, 04 Mei 2015

KEISTIMEWAAN CILETUH



GEOTREK CILETUH: KEISTIMEWAAN CILETUH
Kami dari Geotrek Indonesia, komunitas pencinta geo-histori Indonesia, berencana mengunjungi Ciletuh pada 20 September 2014. Saya dijuluki 'bapak guru' di komunitas ini, ada juga yang menjuluki saya 'kepala sekolah'. Sebenarnya saya hanya menemani kawan-kawan komunitas jalan-jalan ke objek-objek geo-histori menarik di Indonesia dan menceritakan tentangnya, agar kawan-kawan saya itu tidak hanya jalan-jalan menikmati keindahan dan keelokan objek yang dikunjungi, tetapi juga memahami objek yang dilihatnya - kedahsyatan geologi atau keluhuran sejarah. Tidak hanya bercerita di lapangan atau di kelas, tetapi juga saya tinggalkan buku kecil/booklet buat mereka tentang objek yang dikunjungi. Tulisan bagaimanapun tetap lebih abadi dibandingkan pandangan mata atau ingatan.
Seperti kata Albert Heim (1878), seorang ahli geologi yang menekuni Pegunungan Alpina di Swiss, yang kami kutip sebagai motto Geotrek Indonesia, "Memandang alam dengan pengertian jauh lebih berarti dan menyukakan hati daripada hanya menyaksikan keelokannya.", begitulah misi Geotrek Indonesia.
------------------------------------------------------
Ciletuh terletak di Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, di ujung baratdaya Jawa Barat, sekitar 30 km di sebelah selatan baratdaya Pelabuhanratu setelah melintasi Teluk Pelabuhanratu. Mengapa Ciletuh istimewa? Paling tidak ada tiga alasannya: (1) sebab ia menyingkapkan aneka batuan kerak samudera, sedimen laut dalam, mantel atas Bumi, dan lereng benua, yang berasal dari palung subduksi konvergensi lempeng yang berumur Kapur, sekitar 120-60 juta tahun yang lalu, yang membuatnya menjadi salah satu dari dua tempat dengan batuan tertua di Pulau Jawa.; (2) sebab ia menunjukkan runtuhan luar biasa antara tinggian Plato Jampang dan dalaman Teluk Pelabuhanratu membekas menjadi amfiteater Ciletuh; (3) sebab ia menyimpan panorama geo-ekologi yang spektakular.
------------------------------------------------------
Saya memetakan geologi sebagian wilayah ini 26 tahun yang lalu, 1988, sebagai tugas skripsi untuk menyelesaikan kuliah S1 saya di Geologi Unpad. Saat itu saya mengambil tema skripsi yang langka diambil mahasiswa pada umumnya: petrotektonik ofiolit – bagaimana dari batuan ofiolit (kerak samudera + mantel atas Bumi) menafsir tektoniknya, tektonik adalah antara lain tentang pergerakan lempeng-lempeng.
Ciletuh 26 tahun yang lalu adalah kampung kecil tanpa listrik. Saya bolak-balik ke sini, sendirian atau bersama adik saya, mondok di rumah juru tulis kampung, bekerja seharian di lapangan selama beberapa minggu, dan jam 20.00 kampung telah senyap dan gelap.
Saya mengunjungi lagi Ciletuh mulai tahun 2006 sampai sekarang, terutama karena membawa rombongan-rombongan fieldtrip dari berbagai perusahaan. Dan Ciletuh kini telah menjelma menjadi modern, ada listrik, bahkan ada tambak modern kepunyaan investor dari kota. Tetapi batuan-batuannya yang 26 tahun lalu saya akrabi berminggu-minggu, masih di situ, meskipun sebagian tampak sudah menipis diabrasi.
Bulan Februari 1989 saya mempertahankan skripsi saya tentang petrotektonik ofiolit Ciletuh itu di hadapan para dosen penguji, seusai sidang saya ditawari beberapa dosen untuk bergabung menjadi dosen petrologi atau tektonik, atau petrotektonik, masih langka yang mau menekuni itu katanya. Saya hanya tersenyum dan akhirnya saya tak jadi dosen. Bulan Mei 2014 yang lalu, 25 tahun setelah itu, saya mempertahankan paper saya di pertemuan ilmiah Indonesian Petroleum Association, masih tentang petrotektonik ofiolit Ciletuh, tetapi kali ini saya membawanya lebih luas ke seluruh “kawannya”, ke Luk Ulo di Jawa Tengah, ke Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan, dan ke Bantimala di Sulawesi Selatan.
Dari sini cukup jelas kiranya bahwa saya punya ikatan batin tertentu dengan Ciletuh. Geologist harus punya ikatan batin dengan wilayah kerjanya, agar ia menghayatinya, memahaminya, dan bisa menemukan mineralnya, bisa menemukan minyaknya.
------------------------------------------------------
Ciletuh pada 120-60 juta tahun yang lalu adalah sebuah palung subduksi konvergensi lempeng.
Apakah palung subduksi konvergensi lempeng itu? Bumi kita, di sisi paling luarnya yang disusun oleh lapisan batuan litosfer terpecah-pecah menjadi segmen-segmen litosfer yang luas namun tipis. Segmen litosfer ini karena luas tetapi tipis disebutlah lempeng (plate). Lempeng-lempeng ini terbagi atas lempeng benua dan lempeng samudera. Lempeng-lempeng ini terapung di atas mantel bagian atas Bumi, yaitu batuan setengah padat setengah cair yang karena panas Bumi maka bersifat fluida, mengalir.
Karena lempeng-lempeng ini terapung di atas mantel yang mengalir, maka bergeraklah (tektonik) lempeng-lempeng ini mirip rakit-rakit di atas danau. Tektonik lempeng (plate tectonics) adalah ilmu geologi yang membahas pergerakan lempeng. Suatu waktu, lempeng satu dengan lempeng lain saling mendekat (konvergensi), akhirnya bertubrukan. Lempeng benua bisa berkonvergensi dengan lempeng samudera. Karena lempeng samudera itu disusun oleh jenis batuan yang lebih berat daripada lempeng benua, maka saat konvergensi terjadi, lempeng samudera akan menekuk, menunjam ke bawah lempeng benua. Inilah subduksi. Tempat tekukan lempeng samudera itu disebut palung subduksi , dan itu terjadi di bawah laut, pada kedalaman sekitar 7000-11.600 meter.
Apa yang terjadi saat subduksi lempeng samudera terjadi? Karena lempeng samudera bergerak relatif lebih cepat daripada lempeng benua karena gravitasinya lebih besar, maka di dalam palung tempat lempeng samudera itu menekuk sambil berjalan, terjadilah pengerukan (scrapping off) besar-besaran pada bagian atas lempeng samudera yang dilakukan oleh bagian bawah lempeng benua. Maka di dalam palung subduksi itu bertumpuklah aneka batuan asal kerak samudera, asal mantel bagian atas, asal sedimen lautdalam, kemudian ada juga batuan asal lereng benua; semuanya tercampur aduk begitu kompleks di dalam palung subduksi, hasil sedimentasi dan deformasi yang luar biasa rumit, dalam geologi disebutlah kompleks aneka batuan yang rumit itu sebagai mélange, yang diterjemahkan sebagai kompleks “bancuh” (“kacau” - chaotic).
Ciletuh adalah palung subduksi konvergensi lempeng samudera "Meso-Tethys" dan lempeng benua yang terjadi pada 120-60 juta tahun yang lalu di Indonesia Barat. Kalau kita nanti berjalan di atas pantai Ciletuh, sebenarnya 120-60 juta tahun yang lalu tempat ini adalah sebuah palung sedalam 7000 meter. Hanya geologi yang selama 60 juta tahun berikutnya mengangkatnya, menenggelamkannya lagi, mengangkatnya lagi, sampai akhirnya kini tersingkap dan bisa kita kunjungi. Bahwa ini lereng atau dasar palung nanti akan segera terlihat oleh fenomena batuan dan deformasinya.
Apakah palung subduksi konvergensi lempeng masa kini ada? Tentu saja ada, sebab Indonesia secara geologi merupakan wilayah konvergensi antarlempeng. Palung subduksi lempeng samudera masa kini terjadi pada jarak sekitar 200 km di sebelah baratdaya Ciletuh. Di situ, saat ini, lempeng samudera Hindia tengah menekuk pada kedalaman 7000 m.
------------------------------------------------------
Maka Ciletuh adalah sebuah fosil subduksi lempeng yang sangat berharga, tempat para geologist bisa belajar tentang proses subduksi lempeng, dan masyarakat luas bisa memahami betapa kompleks, konsisten dan sabar, serta menakjubkannya semua proses geologi di Bumi itu, khususnya di Indonesia.
Melalui diskusi di lapangan, langsung di palung subduksi Ciletuh, dan pendalaman materi di kelas malam, saya yakin semua peserta akan mendapatkan pemahaman yang mudah tentang tektonik Ciletuh. Tidak sampai di situ, kita juga akan belajar mengapa pengetahuan tektonik itu penting untuk kemakmuran Indonesia, dan Ciletuh adalah salah satu bukti mata rantai tektonik Indonesia.***
Description: Foto Awang Satyana.
Description: Foto Awang Satyana.

Top of Form
Bottom of Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar