PETROLOGI BATUAN
KARBONAT
Batuan karbonat
adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat lebih dari 50%.
Sedangkan mineral karbonat adalah mineral mengandung CO3 dan satu
atau lebih kation Ca, Mg, Fe, dan Mn. Pada umumnya, mineral karbonat adalah
kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg (Co3)2).
Batuan karbonat umumnya terdiri atas batugamping (kalsit sebagai mineral utama)
dan batudolomit (dolostone). Umur batuan ini sangat bervareasi mulai dari
pra-Kambrium sampai Kuarter. Batuan karbonat pra-Kambrium dan Paleosen umumnya
dikuasai oleh batudolomit. Di alam batuan karbonat menempati 1/5 – 1/4 dari
seluruh catatan stratigrafi dunia. Sekitar 40 % dari minyak bumi dan gas dunia
diambil dari batuan karbonat. Reservoar karbonat di Timur Tengah merupakan
salah satu contoh reservoar karbonat dengan produksi migas yang besar.
Sedimen karbonat,
yang dijumpai di dunia, kebanyakan terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan
beberapa di antaranya terbentuk di daerah teresterestrial, tetapi laut dangkal
tropis. Indonesia merupakan daerah yang mempunyai sedimen karbonat melimpah.
6.1 PEMBENTUKAN SEDIMEN KARBONAT
Meskipun tidak
semua, kebanyakan sedimen karbonat adalah hasil dari proses kimia atau biologi
yang hidup pada lingkungan laut bersih, hangat dan dangkal. Secara umum,
beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan akumulasi maksimum sedimen
karbonat adalah lingkungan yang mempunyai:
(a) kedalaman cukup,
tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal,
(b) hangat, tidak
terlalu panas atau terlalu dingin
(c) kadar garam yang
cukup, tidak terlalu tawar dan terlalu asin,
(d) jernih, tidak
terlalu banyak sedimen klastik darat, dan
(e) makanan cukup,
tetapi tidak terlalu banyak.
Berikut ini akan dibicarakan tiga
faktor utama yang mengontrol produktivitas sedimen karbonat: letak geografis
dan iklim, cahaya dan salinitas.
6.1.A Letak Geografis dan Iklim
Secara umum tata
letak geografis dan iklim dapat mengontrol laju pertumbuhan kehidupan penghasil
sedimen karbonat. Daerah yang mempunyai latitud tinggi mempunyai suhu dingin
yang tentu saja menghambat pertumbuhan kehidupan yang memerlukan kehangatan
untuk hidup. Sedangkan daerah yang
mempunyai latitud rendah (tropis dan subtropis) mempunyai suhu keseharian
hangat. Di daerah ini berbagai kehidupan yang memproduksi sedimen karbonat akan
tumbuh lebih baik.
6.1.B Penetrasi Cahaya
Penetrasi cahaya
mengontrol distribusi organisme penghasil karbonat yang membutuhkan cahaya
untuk fotosintesis. Penetrasi cahaya dipengaruhi oleh kedalaman air, latitud,
dan kejernihan air. Radiasi cahaya menembus air, ini diserap dengan cepat pada
bagian atas laut. Setiap perubahan kedalaman 30-50 m, intessitas cahaya
berkurang 1% dari level cahaya permukaan. Batas kedalaman pertumbuhan koral
secara geografis bervariasi, pertumbuhan koral aktif di Carribbean berkisar
dari 40 sampai 60 m, sedangkan didaerah Indo-Pasifik hanya 15 sampai 90 m.
Material klastik
yang diangkut dari darat dan dikirim ke paparan atau cekungan melalui
transportasi sungai dan/atau angin juga akan mempengaruhi penetrasi cahaya.
Masuknya sedimen silisiklastik menghasilkan partikel halus, lempung dan lanau
tersuspensi, yang dapat menurunkan kejernihan (transparansi) air dan
fotosintesa. Hal ini tentu akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan ganggang
karbonat, yang merupakan penghasil utama sedimen karbonat.
6.1.C Salinitas (kadar garam)
Perbedaan dan kelimpahan biota menunjukkan semua
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kalkareus. Pada kondisi laut terbuka yang
normal, perubahan salinitas dapat mengakibatkan hilangnya sejumlah jenis fauna yang tidak tahan
terhadap perubahan salinitas ini. Peningkatan salinitas menurunkan
keanekaragaman biota dan salinitas di atas 40% kebanyakan invertebrata
menghilang, meskipun ganggang kalkareous
tetap akan memproduksi sedimen terhadap waktu.
6.2 KOMPOSISI
6.2.A Komposisi Kimia
Unsur kimia utama
batugamping dikuasai oleh kalsium, magnesium, karbon dan oksigen. Kalium
sebagai kation utama (Ca+2) dan magnesium (Mg+2); Fe, Mn
dan Zn umumnya sebagai kation yang berjumlah sedikit. Anion yang utama adalah
CO32-, namun anion seperti SO42- ,
OH-, F- dan Cl- dapat juga hadir dalam jumlah
yang terbatas. Unsur/elemen jejak (trace elemen) yang biasa dijumpai pada
batuan karbonat meliputi B, Ba, P, Mg, Ni, Cu, Fe, Zn, Mn, V, Na, U, Sr, Pb, K.
Konsentrasi elemen jejak tersebut tidak hanya dikontrol oleh minerologi batuan,
tetapi juga dikontrol oleh jenis dan kelimpahan relatif butiran cangkang fosil
dalam batuan. Banyak organisme menghimpun dan menggabungkan elemen jejak
tersebut ke dalam struktur cangkangnya.
6.2.B Komposisi Mineral
Mineral penyusun batuan karbonat terbagi dalam tiga kelompok utama:
kelompok kalsit, kelompok dolomit dan kelompok aragonit (Tabel 6.1). Di antara mineral karbonat dalam Tabel 6.1,
hanya kalsit, dolomit dan aragonit yang merupakan mineral utama dalam
batugamping dan dolomit (batudolomit). Aragonit bahkan merupakan penyusun utama
batuan karbonat yang berumur Kenozoikum dan karbonat moderen. Siderit dan
ankerit sering sebagai semen dan konkresi dalam beberapa batuan sedimen, tetapi
jarang sebagai penyusun utama dalam batuan karbonat. Mineral karbonat lain
dalam Tabel 6.1 jarang dijumpai dalam batuan karbonat.
Tabel 6.1: Mineral yang umum dijumpai
pada batuan karbonat
(disederhanakan
dari Boggs, 1992)
MINERAL
|
SISTEM
KRISTAL
|
KOMPOSISI
KIMIA
|
KETERANGAN
|
KELOMPOK KALSIT
|
|
|
|
Kalsit
|
Rombohedral
|
CaCo3
|
Menguasai
batugamping pada batugamping,khususnya yang lebih tua dari Tersier
|
Magnesit
|
-“-
|
MgCo3
|
Tidak
umum pada batuan sedimen, tetapi terbentuk pada endapan evaporasi
|
Rodosit
|
-“-
|
MnCo3
|
Tidak
umum di batuan sedimen, dapat terjadi di sedimen yang kaya akan Mn
berasosiasi dengan Fe-silikat
|
Siderit
|
-“-
|
FeCo3
|
Terbentuk
sebagai semen dan konkresi pada serpih dan batupasir, umum pada endapan
batubesi (ironstone) juga pada batuan karbonat teralterasi oleh larutan kaya
Fe
|
Smitsonit
|
-“-
|
ZnCo3
|
Tidak
umum pada batuan sedimen, hadir berasosiasi dengan bijih Zn dalam batugamping
|
KELOMPOK DOLOMIT
|
|
|
|
Dolomit
|
-“-
|
CaMg(Co3)2
|
Menguasai
batudolomit, umumnya juga berasosiasi dengan kalsit dan mineral evavorasi
|
Ankerit
|
-“-
|
Ca(Mg,Fe,Mn)
(Co3)2
|
Jauh
lebih jarang dari pada dolomit, terbentuk di sedimen kaya Fe, sebagai sedimen
butiran atau konkresi
|
KELOMPOK ARAGONIT
|
|
|
|
Aragonit
|
Ortorombik
|
CaCo3
|
Umum
dijumpai pada sedimen karbonat Resen, cepat peralterasi menjadi kalsit
|
Kerusit
|
-“-
|
PbCo3
|
Terbentuk
pada supergene lead ores
|
Strontianit
|
-“-
|
SrCo3
|
Terbentuk
pada urat-urat pada batugamping
|
Witerit
|
-“-
|
BaCo3
|
Terbentuk
dalam urat-urat yang berasosiasi dengan galena
|
Pengenalan tiga mineral utama batuan karbonat (kalsit, aragonit dan
dolomit) menjadi hal yang sangat penting dalam mempelajari komposisi batuan
karbonat. Akan tetapi, pengenalan itu sering mengalami kesulitan, baik secara
kasatmata (mata telanjang) maupun dengan bantuan mikroskop. Pengenalan mineral
karbonat akan jauh lebih mudah dilakukan dengan bantuan teknik staining dan etching. Sebagai contoh, dengan teknik staining aragonit akan tampak hitam dengan larutan Fiegl (Ag2SO4+MnSO4),
kalsit menunjukkan warna merah bila bereaksi dengan larutan alizarin merah.
Untuk lebih rinci tentang teknik staining
dan etching ini dapat baca pada
Tucker (1988).
6.2.C. Butiran
Komponen
penyusun batuan karbonat moderen umumnya dibagi ke dalam dua bagian dasar
(lihat Gambar 6.1): butiran (grain) dan lumpur (mud). Butiran adalah kerangka
pada kebanyakan batuan karbonat yang terdiri dari endapan cangkang organisme
(skeletal) dan endapan partikel dan agregat anorganik. Sehingga, butiran
biasanya dibagi menjadi dua kelompok butiran, yaitu cangkang dan noncangkang.
Boggs (1992) menyebut butiran noncangkang ini dengan sebutan litoklas atau
klastika batuan. Butiran batuan karbonat dapat berukuran dari ukuran pasir
sampai dengan brangkal. Bentuk butiran karbonat juga sangat bervareasi, mulai
menyudut sampai membulat.
Lumpur gamping (lime
mud) adalah batuan karbonat dengan butiran sangat halus, termasuk butiran dan
endapan kristalin yang ke duanya berukuran sangat halus. Karbonat ini setara
dengan serpih dan/atau batulempung pada endapan klastika. Lumpur gamping (lime mud) laut terbentuk dari kehidupan
bentonik yang mati dan meluruh, detritusnya berasal dari partiel karbonat yang
lebih besar, akumulasi biota plantonik,
dan pengendapan langsung dari air laut. Beberapa proses yang dipercaya dapat
menghasilkan lumpur gamping, di antaranya adalah aktivitas angin, ombak dan
pasang-surut dapat memecahan cangkang kehidupan menjadi serpihan renik.
Aktivitas binatang laut pemakan biota laut penghasil karbonat, dapat merusak
cangkang koral menjadi bagian yang sangat halus.
Sedimen karbonat
ini kemudian mengalami proses pembatuan sehingga menjadi batuan karbonat. Saat
ini di lingkungan laut, beberapa sedimen karbonat membatu menjadi batugamping
pada atau hanya sedikit di bawah dasar laut. Sebagai contoh dari proses ini
adalah “beachrocks (pembatuan sedimen pantai) yang biasanya tersemen oleh
aragonit dan Mg-kalsit berupa serabut atau seperti jarum. Dalam karbonat purba,
semen aragonit dan Mg-kalsit jarang dapat terekam dengan baik. Hal ini
disebabkan oleh ketidaksatabilan aragonit dan Mg-kalsit, yang dengan mudah
berubah menjadi kalsit.
6.2.C.a. Butiran cangkang (skeletal grain)
Butiran cangkang
pada batuan karbonat berasal dari sisa-sisa organisme penghasil material
karbonat. Organisme membentuk cangkang untuk menopang dan melindungi jaringan
(tissue) lunak dan dalam aktivitas hidupnya. Secara organik mereka membentuk
mineral karbonat yang mana mineraloginya bervariasi.
![]() |
Gambar 6.1: Foto mikroskupis dari batugamping, Formasi Tampakura, Sulawesi Tenggara; Bo (butir organik atau cangkang berasal dari cangkang foram dan moluska) dan Bi (butir inorganik berupa lumpur karbonat, sering disebut peloid).
Butiran cangkang
merupakan butiran yang sangat dominan pada batuan karbonat Panerozoikum.
Butiran ini dapat berupa cangkang utuh dan/atau pecahan bagian dari suatu
organisme dengan bentuk menyudut sampai membulat. Sebagian besar cangkang itu dibentuk oleh
aragonit, kalsit atau Magnesian-kalsit. Komposisi ini dapat berubah karena
proses diagenesa yang dialami, sehingga sebagian mineral berubah menjadi
mineral lain. Contohnya, aragonit akan berubah menjadi kalsit pada proses
diagenesa.
III.2.C.b. Butiran karbonat Non-Cangkang
Butiran
non-cangkang adalah partikel-partikel yang berasal dari proses fisika, kimia
ataupun secara biologi dan butiran ini bukan bagian struktur organik.
Berdasarkan ciri-cirinya ada beberapa tipe butiran non-cangkang, sebagai
berikut:
Litoklas
Litoklas
(lithoclast), adalah fragmen sedimen pada batuan karbonat yang merupakan hasil
erosi, kemudian tertransportasi dan diendapkan dalam cekungan karbonat. Disini
ada dua jenis lithocklast, yaitu intraklas dan ekstraklas. Ekstraklas, sering
juga disebut limeclast , berasal dari
luar cekungan karbonat, sedangkan intraklas berasal dari dalam cekungan itu
sendiri.
(1) Intraklast adalah
kepingan batugamping atau pengerasan sedimen yang berasal dari dalam cekungan
pengendapan itu sendiri. Kepingan ini dapat berupa beachrock, hardgrounds, atau stromatolite
yang semi-terkonsolidasi. Intraklasts mengandung partikel-partikel yang seumur
dengan batuan induknya (host rock) dan beberapa fabrik diagenetik dijumpai
dalam interklast yang berkaitan dengan lingkungan pengendapan sedimen induknya.
Interklast sangat sering dijumpai dalam karbonat. Mereka dapat terbentuk akibat
erosi dalam laut yang terletak pada alur pasang-surut, pantai, muka terumbu dan
dataran pasang-surut (tidal flat). Menurut Boggs (1992), ada dua proses utama
penyebab terbentuknya intraklas adalah:
- erosi terhadap endapan pantai baru saja membatu (lithified beach-rock) di dalam zona intertidal dan supratidal;
- penghancuran dari telo (desication) pada supratidal, khususnya lumpur gamping yang menghasilkan klastika lumpur gamping.
(2) Ekstraklast adalah
kepingan batugamping yang berasal dari batugamping yang telah membatu dan terletak
diluar cekungan, kemudian tererosi dan diangkut masuk ke dalam cekungan
pengendapan. Kalau intraklas dapat memberikan informasi tentang kondisi
cekungan dimana batugamping itu diendapkan, ekstraklas tidak dapat. Yang
diberikan oleh ekstraklas adalah informasi tentang batuan asalnya, yang mungkin
jauh lebih tua.
Coated grain (ooid, oncoid and cortoid)
Butiran terbungkus (coated grain) adalah butiran karbonat
terdiri atas inti (nuleus) yang dikelilingi oleh lapisan pembungkus yang
disebut korteks (cortex). Butiran terbungkus ini dibagi dalam ooid, onkolit dan
kortoid.
Ooids
Ooids adalah
butiran terbungkus berukuran pasir, berbentuk bundar sampai oval dan
pembungkusnya konsentris disekitar nukleus butiran (Gambar VI-2). Pembungkus
(coating) terdiri atas lapisan yang bervareasi ketebalannya (3-15 mikron).
Intinya (nucleus). Nukleus mungkin berupa kepingan cangkang, peloid, ooid yang
lebih kecil, atau butiran lain seperti kuarsa dan feldspar. Pada umumnya ooid
berukuran lanau-pasir atau 0,1-2 mm, yang paling umum adalah 0,5-1 mm (Boggs,
1992). Ooid yang berukuran >2 mm disebut pisoid. Batuan yang dibentuk oleh ooid berukuran <2 mm disebut oolit, sedangkan batuan yang terbentuk
oleh pisoid (>2 mm) disebut pisolit.


Gambar 6.2:
Komponen bukan cangkang pada sedimen karbonat.
Dari data yang
terbatas, pertumbuhan individu ooids menunjukan mungkin sangat perlahan, data
yang diperoleh di Bahama menunjukan laju akumulasi hampir 1 m/1000 tahun
(Boggs, 1992). Akumulasi ooids berkembang baik pada platform dangkal di
tropis-subtropis, dalam air bergerak, biasanya kedalaman berkisar 0 dan 4 meter
dan butiran digerakkan oleh arus tidal, arus angin, dan gelombang. Pergerakan
air mengeluarkan CO2 dari larutan dalam air laut dan meningkatkan
pengendapan caCO3. Disini kebanyakan
ooids yang terbentuk adalah aragonit ooids, dan sedikit terjadi
Mg-kalsit ooids. Aragonit ooids cenderung membentuk orentasi kristal
tangensial, sedangkan Mg-kalsit ooids membentuk struktur radial. Aragonit ooids
menempati daerah energi tinggi, sedangkan Mg-kalsit ooids cenderung lebih
terkonsentrasi dalam lingkungan energi rendah. Boleh jadi, energi hidroulik
mengontrol mineralogi.
![]() |
Gambar 6.3: Oolit dari Formasi Tampakura berumur Paleogen, di Sulawesi
Tenggara.
Berdasarkan lapisan pembungkus
(cortex), ooid primer dapat dibagi menjadi:
1. Ooid dengan
struktur tangensial ,
2. Ooid dengan
struktur radial dan
3. Ooid mikritik atau
mikrosparit.
Onkoid (Oncoid)
Onkoid adalah butiran terbungkus oleh
lapisan yang lebih tidak beraturan dari pada ooid. Pada umumnya onkoid
berukuran <2 mm->10 mm. Onkoid dapat terbentuk baik di lingkungan
pengendapan laut maupun di darat.
Peloid dan pelet
Istilah peloid
digunakan untuk menggambarkan semua butiran yang dibentuk pada aggregat
karbonat kriptokristalin berukuran 20-60 mm, dengan
mengabaikan asal pembentukannya (Gambar 6.2). Hal ini diperlukan karena sering
asal aggregat ini tidak jelas, tetapi untuk butiran dengan asalnya dari faecal origin, digunakan istilah pelet.
Peloid adalah ciri khusus pada lingkungan lagun, dan beberapa lingkungan inner-shelf dangkal.
III.3.C Lumpur Karbonat
Lumpur karbonat
(carbonate mud) adalah batuan karbonat yang berbutir sangat halus (<63
mikron), yang biasanya diidentifikasi mengunakan mikroskop. Di bawah pengamatan
mikroskop elektron, lumpur karbonat laut moderen dapat dilihat kandungan
kristal aragonit berbentuk jarum, butiran cangkang yang kelihatannya sangat
halus atau kepingan cangkang yang sangat kecil, seperti coccoliths. Kebanyakan lumpur aragonit yang berbentuk jarum berasal
dari serpihan ganggang kalkareous yang mati, seperti Penicillus. Lumpur
lainnya, yang mana berbentuk butiran-nano berbentuk membundar tanggung, adalah
tidak jelas dari tanda-tanda organik. Ini mungkin diendapkan dari air laut.
6.4. Clasifikasi batuan karbonat
Klasifikasi
batuan karbonat mempunyai banyak ragamnya. Sampai saat ini belum ada satu
klasifikasi yang dapat memuaskan semua fihak, seperti halnya pada batuan
klastika (seperti batupasir misalnya). Beberapa klasifikasi yang akan disajikan
di bawah ini merupakan klasifikasi yang lebih umum dipakai oleh para ahli
geologi.
Secara
konvensional batuan karbonat juga diklasifikasikan menurut ukuran butiranya,
seperti klasifikasi sedimen klastik berdasarkan skala ukuran butir Wentworth.
Batuan karbonat dengan ukuran butir >2 mm dinamakan kalsirudit (disebut
konglomerat pada sedimen non-karbonat), 63 mikron - 2 mm disebut kalkarenit
(disebut batupasir pada sedimen non-karbonat), dan yang ukuran butirnya <63
mikron dinamakan kalsilutit (setara dengan batulempung). Namun klasifikasi yang
berdasarkan pemerian (discription) ini sudah lama ditinggalkan. Para ahli
geologi lebih senang dengan klasifikasi yang berdasarkan asal (genetic) batuan
atau paling tidak mengarahkan ke sana. Hal ini disebabkan, dengan klasifikasi
asal itu dapat diinterpretasikan proses pengendapan, termasuk bagaimana dan
dimana proses sedimentasi batuan berlangsung.
Pada 1962 ada dua klasifikasi yang terkenal yang diusulkan oleh R.L.Folk
(Tabel 6.2) dan R.J.Dunham (Tabel 6.3). Klasifikasi Dunham (1962) belakangan
dimodifikasi oleh Embry dan Klovan (1972) seperti Gambar 6.4.
6.5. DIAGENESA
Setelah proses
pengendapan berakhir, sedimen karbonat mengalami proses diagenesa yang dapat
menyebabkan perubahan kimiawi dan mineralogi untuk selanjutnya mengeras menjadi
batuan karbonat. Sedimen karbonat umumnya lebih rentan terhadap pelarutan
(dissolution), rekristalisasi dan replacement
dibandingkan mineral-mineral silikat. Sebagai contoh, lumpur aragonit dengan
mudah teralterasi (terubah) seluruh menjadi kalsit selama proses awal diagenesa
dan pembenan. Pada tahap berikutnya, kalsit mungkin digantikan seluruhnya atau
sebagian oleh dolomit pada proses dolomitisasi.


6.5.A. Regim Diagenesa Karbonat
Secara umum
tahapan diagenesa pada sedimen karbonat seperti pada sedimen klastik, yaitu
eodiagenesis pada pembebanan dangkal, mesodiagenesis pada pembebanan dalam, dan
telodiagenesis jika terjadi pengangkat dan uproofing.
Jadi, diagenesis menempati tiga atau realm
utama atau regim (Gambar 6.5), yaitu laut (marine), meteorik (meteoric), dan
regim bawah permukaan (subsurface).
6.5.B. Regim Laut
Meliputi dasar
laut dan bawah permukaan laut sangat dangkal. Lingkungan diagenetik ini
dicirikan oleh temperatur dan salinitas air laut yang normal. Proses diagenetik
dasar pada lingkungan seperti ini meliputi bioturbasi sedimen, modifikasi
kerang karbonat dan butiran lainnya oleh pemboran organisme, dan sementasi
butiran dalam daerah air panas, terutama pada terumbu, beting pasir tepi
platform, dan endapan karbonat pantai.
6.5.C. Regim Meteorik
Regim ini terjadi
dengan dua cara, yaitu: (1) oleh
turunnya muka laut relatif, dan (2) oleh cepatnya pengisian seimen pada
cekungan karbonat dangkal. Batuan karbonat yang lebih tua dapat juga masuk
dalam regim ini oleh tahapan akhir pengangkatan atau uproofing kompleks
karbonat dengan pembebanan yang lebih dalam (teladiagenesis). Regim meteorik
dicirikan oleh hadirnya air tawar ; yang
meliputi zona tidak jenuh (pori-pori sedimen tidak terisi dengan air) diatas water table, dan
zona jenuh air dibawah water table. Air meteorik umumnya sangat tinggi dimuati
dengan CO2, sehingga secara kimiawi sangat agresif. Karenanya aragonit dan kalsit magnesium
tinggi lebih muda larut daripada kalsit, mereka larut dengan mudah dalam air
korosVIe. Sebaliknya, pelarutan (dissolution) aragonit dan kalsit magnesium
tinggi dapat menjenuhi air dalam kalsium karbonat berkenan dengan kalsit, yang
menyebabkan aragonit kalsitdiendapkan.
Proses dissolution - reprecipitation menyebabkan aragonit dan kalsit kalsium
tinggi kurang stabil sehingga digantikan oleh
kalsit yang lebih stabil.
6.5.D. Regim Bawah Permukaan
Setelah periode
awal diatas, sedimen karbonat secara berangsur terbebani kedalam dan dalam
regim ini terjadi peningkatan tekanan, temperatur tinggi, dan perubahan fluida
dalam pori-pori. Dibawah kondisi ini, sedimen karbonat mengalami kompaksi
fisik, kompaksi kimiawi, dan perubahan tambahan kimiawi/mineralogi yang
meliputi dissolution, sementasi, neomorphism, dan replcement. Sipat-sipat aksak
perubahan yang dialami selama diagenesa bawah permukaan dalam tergantung pada
kondisi khusus lingkungan pembebanannya, seperti temperatur, komposisi fluida
pori, dan pH.

Gambar 6.5: Proses diagenesis pada batugamping yang sangat berhubungan
dengan lingkungannya menurut Moore
(1989)
nice share gannn
BalasHapusSumber literaturnya apa ya? Terimakasih
BalasHapus