3.4 ACARA IV ANALISIS BATUAN SEDIMEN
3.4.1 Pengertian
Batuan
sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai
hasil pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. Hutton (1875; dalam
Sanders, 1981) menyatakan Sedimentary rocks are rocks which are formed by
the “turning to stone” of sediments and that sediments, in turn, are formed by
the breakdown of yet-older rocks. O’Dunn & Sill (1986) menyebutkan sedimentary
rocks are formed by the consolidation of sediment : loose materials delivered
to depositional sites by water, wind, glaciers, and landslides. They may also
be created by the precipitation of CaCO3,
silica, salts, and other materials from solution (Batuan sedimen adalah
batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material lepas, yang
terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran gravitasi,
gerakan tanah atau tanah longsor. Batuan
sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika,
garam dan material lain. Menurut Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan bumi
berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak
bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi
ketebalannya relatif tipis.
3.4.2 Klasifikasi Umum
Pettijohn
(1975), O’Dunn & Sill (1986) membagi batuan sedimen berdasar teksturnya
menjadi dua kelompok besar, yaitu batuan
sedimen klastika dan batuan sedimen non-klastika.
Batuan
sedimen klastika (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan sedimen yang
terbentuk sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking) terhadap batuan
yang sudah ada. Proses pengerjaan kembali itu meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan kemudian
redeposisi (pengendapan kembali). Sebagai media proses tersebut adalah air,
angin, es atau efek gravitasi (beratnya sendiri). Media yang terakhir itu
sebagai akibat longsoran batuan yang telah ada.
Kelompok batuan ini bersifat fragmental, atau terdiri dari
butiran/pecahan batuan (klastika) sehingga bertekstur klastika.
Batuan
sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai
hasil penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu).
Proses pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi
/organik, dan kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara kimia, endapan terbentuk
sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 ® CaCO3.
Secara organik adalah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang atau
tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh
pembentukan rumah binatang laut
(karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan
sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.
Sanders
(1981) dan Tucker (1991), membagi batuan sedimen menjadi :
1.
Batuan sedimen detritus (klastika)
2.
Batuan sedimen kimia
3.
Batuan sedimen organik, dan
4.
Batuan sedimen klastika gunungapi.
Batuan sedimen jenis ke empat itu
adalah batuan sedimen bertekstur klastika dengan bahan penyusun utamanya
berasal dari hasil kegiatan gunungapi.
Graha
(1987) membagi batuan sedimen menjadi 4 kelompok juga, yaitu :
1. Batuan sedimen detritus (klastika/mekanis)
2. Batuan sedimen batubara
(organik/tumbuh-tumbuhan)
3.
Batuan sedimen silika, dan
4.
Batuan sedimen karbonat
Batuan sedimen jenis kedua pada
umumnya bertekstur non-klastika. Tetapi batuan sedimen jenis ketiga dan keempat dapat merupakan batuan
sedimen klastika ataupun batuan sedimen non-klastika.
Berdasar
komposisi penyusun utamanya, batuan sedimen klastika (bertekstur klastika)
dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1.
Batuan sedimen silisiklastika, adalah batuan sedimen
klastika dengan mineral penyusun utamanya adalah kuarsa dan felspar.
2.
Batuan sedimen klastika gunungapi adalah batuan sedimen
dengan material penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi (kaca,
kristal dan atau litik), dan
3.
Batuan sedimen klastika karbonat, atau batugamping
klastika adalah batuan sedimen klastika dengan mineral penyusun utamanya adalah
material karbonat (kalsit).
3.4.3 Warna Batuan
Sedimen
Pada
umumnya, batuan sedimen berwarna terang atau cerah, putih, kuning atau abu-abu
terang. Namun demikian, ada pula yang berwarna gelap, abu-abu gelap sampai
hitam, serta merah dan coklat. Dengan demikian warna batuan sedimen sangat
bervariasi, terutama sangat tergantung pada komposisi bahan penyusunnya.
3.4.4 Kekompakan
Proses
pemadatan dan pengompakan, dari bahan lepas (endapan) hingga menjadi batuan
sedimen disebut diagenesa. Proses diagenesa itu dapat terjadi pada suhu
dan tekanan atmosferik sampai dengan suhu 300 oC dan tekanan 1 – 2 kilobar, berlangsung mulai
sedimen mengalami penguburan, hingga terangkat dan tersingkap kembali di
permukaan. Berdasarkan hal tersebut, ada 3 macam diagenesa, yaitu :
1.
Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada
sedimen di bawah muka air.
2.
Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu
sedimen mengalami penguburan semakin dalam.
3.
Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat
batuan sedimen tersingkap kembali di
permukaan oleh karena pengangkatan dan erosi.
Dengan
adanya berbagai macam diagenesa maka derajat kekompakan batuan sedimen juga
sangat bervariasi, yakni :
1.
Bahan lepas (loose materials, masih berupa
endapan atau sedimen)
2.
Padu (indurated),
pada tingkat ini konsolidasi material terjadi pada kondisi kering,
tetapi akan terurai bila dimasukkan ke
dalam air.
3.
Agak kompak (padat), pada tingkat ini masih ada
butiran/fragmen yang dapat dilepas dengan tangan atau kuku.
4. Kompak (keras), butiran tidak dapat
dilepas dengan tangan/kuku.
5. Sangat kompak (sangat keras, biasanya
sudah mengalami rekristalisasi).
3.4.5 Tekstur
Seperti diuraikan di atas, maka batuan
sedimen dapat bertekstur klastika atau non klastika. Namun
demikian apabila batuannya sudah sangat kompak dan telah terjadi rekristalisasi
(pengkristalan kembali), maka batuan sedimen itu bertekstur kristalin.
Batuan sedimen kristalin umum terjadi pada batugamping dan batuan sedimen kaya
silika yang sangat kompak dan keras.
3.4.6
Bentuk Butir
Berdasar
perbandingan diameter panjang (long) (l), menengah (intermediate)
(i) dan pendek (short) (s) maka terdapat empat bentuk butir di dalam
batuan sedimen, yaitu (Gambar 3.2):
1. Oblate, bila l = i tetapi tidak sama dengan s.
2.
Equant, bila l = i = s.
3. Bladed, bila l tidak sama dengan i tidak
sama dengan s.
4.
Prolate, bila i
= s, tetapi tidak sama dengan l.
Apabila bentuk-bentuk teratur
tersebut tidak dapat diamati, maka cukup disebutkan bentuknya tidak teratur.
Pada kenyataannya, bentuk butir yang dapat diamati secara megaskopik adalah
yang berukuran paling kecil granule (kerikil, f ³ 2 mm). Bentuk butir itu
dapat disebutkan seperti halnya pemerian
kebundaran di bawah ini.
![]() |
Gambar 3.2 Empat kelas bentuk butir berdasarkan perbandingan diameter
panjang (l), menengah (i) dan pendek (s) menurut T. Zingg. Kelas A = oblate
(tabular atau bentuk disk); B = equant (kubus atau bulat); C = bladed dan D =
prolate (bentuk rod). Masing-masing kelas bentuknya digambarkan seperti
terlihat pada gambar 3.3.
3.4.7
Kebundaran
Berdasarkan
kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka Pettijohn, dkk., (1987) membagi
kategori kebundaran menjadi enam tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan rendah
dan tinggi (Gambar 3.3). Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:
1.
Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
2.
Meruncing (menyudut) (angular)
3.
Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
4.
Membundar (membulat) tanggung (subrounded)
5.
Membundar (membulat (rounded), dan
6.
Sangat membundar (membulat) (well-rounded).


Gambar 3.3 kategori kebundaran
dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).
3.4.8
Tekstur Permukaan
1.
Kasar, bila pada permukaan butir terlihat
meruncing dan terasa tajam. Tekstur permukaan kasar biasanya dijumpai pada
butir dengan tingkat kebundaran sangat meruncing-meruncing.
2.
Sedang, jika permukaan butirnya agak meruncing
sampai agak rata. Tekstur ini terdapat pada butir dengan tingkat kebundaran
meruncing tanggung hingga membulat tanggung.
3.
Halus, bila pada permukaan butir sudah halus dan
rata. Hal ini mencerminkan proses abrasi permukaan butir yang sudah lanjut pada
saat mengalami transportasi. Dengan demikian butiran sedimen yang mempunyai
tekstur permukaan halus terjadi pada kebundaran membulat sampai sangat
membulat.
Gambar 3.3, sekalipun hal itu dinyatakan sebagai
katagori kebundaran, tingkatan ini nampaknya lebih didasarkan pada tekstur
permukaan daripada butir.
3.4.9
Ukuran Butir
Ukuran
butir batuan sedimen klastika umumnya mengikuti Skala Wentworth (1922, dalam
Boggs, 1992) seperti tersebut pada Tabel 3.7.
Butir
lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara megaskopik. Ukuran
butir lanau dapat diketahui jika material itu diraba dengan tangan masih terasa
ada butir seperti pasir tetapi sangat halus. Ukuran butir lempung akan terasa
sangat halus dan lembut di tangan, tidak terasa ada gesekan butiran seperti
pada lanau, dan bila diberi air akan terasa sangat licin.
Tabel 3.7 Skala ukuran butir
sedimen (disederhanakan).
Ukuran butir (mm)
|
Nama Butiran
|
Nama batuan
|
Æ > 256
|
Boulder / block (bongkah)
|
Breksi
|
64 – 256
|
Cobble (kerakal)
|
(bentuk / kebundaran butiran meruncing)
|
4 - 64
|
Pebble
|
Konglomerat
|
2 - 4
|
Granule (kerikil)
|
(bentuk / kebundaran butiran membulat)
|
1/16 - 2
|
Sand (pasir)
|
Batupasir
|
1/16 – 1/256
|
Silt (lanau)
|
Batulanau
|
Æ < 1/256
|
Clay (lempung)
|
Batulempung
|
3.4.10 Kemas atau Fabrik
1.
Kemas tertutup, bila butiran fragmen di dalam
batuan sedimen saling bersentuhan atau bersinggungan atau berhimpitan, satu
sama lain (grain/clast supported). Apabila ukuran butir fragmen ada dua
macam (besar dan kecil), maka disebut bimodal clast supported. Tetapi
bila ukuran butir fragmen ada tiga macam atau lebih maka disebut polymodal
clast supported.
2.
Kemas terbuka, bila butiran fragmen tidak saling
bersentuhan, karena di antaranya terdapat material yang lebih halus yang
disebut matrik (matrix supported).
Gambar
3.4 memperlihatkan kemas di dalam batuan sedimen, meliputi bentuk pengepakan (packing),
hubungan antar butir/fragmen (contacts), orientasi butir atau arah-arah
memanjang (penjajaran) butir, dan hubungan antara butir fragmen dan matriks.

![]() |
Gambar 3.4 Batuan sedimen
berkemas butir: paking, kontak dan orientasi butir serta hubungan antara butir
matrik.
3.4.11
Pemilahan
Pemilahan
adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, artinya
bila semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka pemilahan semakin baik.
1.
Pemilahan
baik, bila ukuran butir
di dalam batuan sedimen tersebut seragam. Hal ini biasanya terjadi pada batuan
sedimen dengan kemas tertutup.
2.
Pemilahan
sedang, bila ukuran butir
di dalam batuan sedimen terdapat yang seragam maupun yang tidak seragam.
3. Pemilahan buruk, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat
beragam, dari halus hingga kasar. Hal ini biasanya terdapat pada batuan sedimen
dengan kemas terbuka.

![]() |
Gambar 3.5 Pemilahan ukuran
butir di dalam batuan sedimen.
3.4.12 Porositas (Kesarangan)
Porositas adalah tingkatan banyaknya lubang (porous)
rongga atau pori-pori di dalam batuan. Batuan dikatakan mempunyai porositas
tinggi apabila pada batuan itu banyak dijumpai lubang (vesicles) atau
pori-pori. Sebaliknya, batuan dikatakan mempunyai porositas rendah apabila
kenampakannya kompak, padat atau tersemen dengan baik sehingga sedikit sekali
atau bahkan tidak mempunyai pori-pori.
3.4.13 Permeabilitas (Kelulusan)
Permeabilitas adalah tingkatan kemampuan batuan meluluskan air
(zat cair).
1. Permeable (lulus air), jika batuan
tersebut dapat meluluskan air, yaitu :
a.
Bahan lepas, atau terkompakkan lemah, biasanya berbutir
pasir atau lebih kasar.
b.
Batuan dengan porositas tinggi, lubang-lubangnya saling
berhubungan.
c.
Batuan mempunyai pemilahan baik, kemas tertutup, dan
ukuran butir pasir atau lebih kasar.
d.
Batuan yang pecah-pecah atau mempunyai banyak retakan /
rekahan.
2. Impermeable (tidak lulus air), jika
batuan itu tidak mampu meluluskan air, yaitu :
a.
Batuan berporositas tinggi, tetapi lubang-lubangnya
tidak saling berhubungan.
b.
Batuan mempunyai pemilahan buruk, kemas terbuka, ukuran
butir lanau – lempung. Material lanau dan lempung itu yang menutup pori-pori
antar butir.
c.
Batuan bertekstur non klastika atau kristalin, masif,
kompak dan tidak ada rekahan.
Secara
praktis megaskopis, suatu batuan mempunyai tingkat kelulusan tinggi apabila di
permukaannya diteteskan air maka air itu segera habis meresap ke dalam batuan.
Sebaliknya, batuan mempunyai kelulusan rendah atau bahkan tidak lulus air bila
di permukaannya diteteskan air maka air itu tidak segera meresap ke dalam
batuan atau tetap di permukaan batuan.
3.4.14
Struktur Sedimen
1.
Struktur di dalam batuan (features within strata)
:
a.
Struktur
perlapisan (planar atau stratifikasi). Jika tebal perlapisan < 1 cm disebut
struktur laminasi.
b.
Struktur perlapisan silang-siur (cross bedding /
cross lamination).
c.
Struktur perlapisan pilihan (graded bedding)
ü
Normal, jika butiran besar di bawah dan ke atas
semakin halus.
ü
Terbalik (inverse), jika butiran halus di bawah
dan ke atas semakin kasar.
2. Struktur permukaan (surface features) :
a.
Ripples (gelembur gelombang atau current ripple
marks)
b.
Cetakan kaki binatang (footprints of various walking
animals)
c.
Cetakan jejak binatang melata (tracks and trails of
crowling animals)
d.
Rekahan lumpur (mud cracks, polygonal cracks)
e.
Gumuk pasir (dunes, antidunes)
3. Struktur erosi (erosional sedimentary
structures)
a.
Alur/galur (flute marks, groove marks,linear ridges)
b.
Impact marks (bekas tertimpa butiran fragmen
batuan atau fosil)
c.
Saluran dan cekungan gerusan (channels and scours)
d.
Cekungan gerusan dan pengisian (scours & fills)
Pettijohn
(1975) membagi struktur sedimen menjadi 2 kelompok besar, yaitu struktur
inorganik (anorganik) (Gambar 3.6) dan struktur organik (Gambar 3.7). Struktur
anorganik di bagi lagi menjadi struktur primer (mekanis) dan struktur sekunder
(kimiawi) (Tabel 3.8).
3.4.15 Kompaksi
Batuan
sedimen klastika berbutir kasar (rudites, f > 2 mm) biasanya
terdiri dari fragmen dan matriks. Fragmen adalah klastika butiran lebih besar
yang tertanam di dalam butiran yang lebih kecil atau matriks. Matriks mungkin
berbutir lempung sampai dengan pasir, atau bahkan granule. Sedangkan
fragmen berbutir pebble sampai boulder.
Mineral utama penyusun batuan silisiklastika
adalah mineral silika (kuarsa, opal dan kalsedon), felspar serta mineral
lempung. Sebagai mineral tambahan adalah mineral berat (turmalin, zirkon),
mineral karbonat, klorit, dan mika. Untuk batuan klastika gunungapi biasanya
ditemukan gelas atau kaca gunungapi. Selain mineral, maka di dalam batuan
sedimen juga dijumpai fragmen batuan, serta fosil binatang dan fosil
tumbuh-tumbuhan.
Batuan
karbonat (klastika dan non klastika) tersusun oleh mineral kalsit, cangkang
fosil dan kadang-kadang dolomit. Batuan evaporit (non klastika hasil
penguapan), utamanya tersusun oleh mineral gipsum (CaSO4.2H2O),
anhidrit (CaSO4) dan halit (NaCl). Batuan sedimen “ironstone”
tersusun oleh mineral oksida besi (hematit, magnetit, limonit, glaukonit dan
pirit). Batuan sedimen posfat tersusun oleh mineral apatit. Batubara tersusun
oleh mineral carbon. Batuan sedimen silika (chert atau opal)tersusun oleh
kuarsa dan kalsedon.
Fragmen
dan matriks di dalam batuan sedimen lebih menyatu karena adanya bahan semen.
Bahan penyemen butiran fragmen dan matriks tersebut adalah material karbonat,
oksida besi, dan silika. Semen karbonat dicirikan oleh bereaksinya dengan
cairan HCl. Semen oksida besi, selain tidak bereaksi dengan HCl secara khas
berwarna coklat, Semen silika umumnya tidak berwarna, tidak bereaksi dengan HCl
dan batuan yang terbentuk sangat keras. Semen itu tidak selalu dapat diamati
secara megaskopik.
![]() |
![]() |
||


A.
![]() |

B.
![]() |

C.
![]() |

D.
E.
![]() |
![]() |
||


G.


![]() |

H.
![]() |
![]() |
||


I. J. K.
Gambar 3.6 Berbagai macam struktur sedimen. A. Current
dan Graded; B. Daur Bouma; C. Konvolut dan Dike Batupasir; D. Konkresi dan
Nodule; E. Mudcracks; F. Striation dan Groove casts; G dan K. Ripple bedding;
H. Flute casts; I. Liniasi dan Furrow; J. Cone-in-cone dan Kristal pasir.
![]() |

Gambar 3.7 Beberapa perbedaan
jejak fosil yang menunjukkan fasies sedimentasi.
Tabel 3.8
Klasifikasi struktur sedimen (Pettijohn, 1975).
INORGANIC
STRUCTURE
|
ORGANIC
STRUCTURE
|
|
MECHANICAL
(“PRIMARY”)
|
CHEMICAL
(“SECONDARY”)
|
|
A.
Beddding : geometry
1.
Laminations
2.
Wavy bedding
|
A.
Solution structures
1.
Stylolites
2.
Corrosion zone
3.
Vugs, oolicasts etc.
|
A. Petrifactions
|
B.
Bedding internal structures
1.
Cross-bedding
2.
Ripple-bedding
3.
Graded bedding
4.
Growth bedding
|
B. Accretionary structures
1. Nodules
2. Concretions
3. Crystal aggregates (sperulites & osettes)
4. Veinlets
5. Color banding
|
B. Bedding (weedia and other stromatolites)
|
C.
Bedding-plane marking (on surface)
1.
Scour or current marks (flutes)
2.
Tool marks (grooves etc.)
|
C. Composite structures
1.
Geodes
2.
Septaria
3.
Cone-in-cone
|
C. Miscellaneous
1.
Borings
2.
Tracks and trails
3.
Casts and molds
4.
Fecal pellets and coprolites
|
D.
Bedding-plane marking (on surface)
1.
Wave and swash marks
2.
Pits and prints (rain etc.)
3.
Parting lineation
|
|
|
E.
Deformed bedding
1.
Load and founder structures
2.
Synsedimentary folds and breccias
3.
Sandstone dikes and sills
|
|
|
3.4.16
Penamaan Batuan
Penaman
batuan sedimen secara deskriptif, tergantung pada data pemerian (data
deskriptif) yang meliputi warna, tekstur, struktur dan komposisi. Pembagian
batuan sedimen silisiklastika umumnya berdasar ukuran butir, ditambah dengan
bentuk butir, struktur dan komposisi (Tabel 3.9), yaitu :
1.
Rudit (f > 2 mm), termasuk breksi (fragmen meruncing),
konglomerat (fragmen membulat). Apabila komposisi fragmen batuan secara
megaskopik dapat diamati, maka penamaaan tambahan dapat diberikan berdasarkan
komposisi utama fragmen batuan tersebut. Misalnya breksi andesit, breksi
batuapung, konglomerat kuarsa.
2. Arenit, adalah batuan sedimen berbutir
pasir (batupasir). Penamaan batupasir ini dapat ditambahkan berdasar
kenampakan struktur sedimen (contoh batupasir berlapis, batupasir silangsiur),
atau komposisi penyusun utamanya, misal batupasir kuarsa.
3.
Lutit,
terdiri dari batulempung, batulanau, dan serpih. Batulempung berbutir
lempung, batulanau tersusun oleh mineral/fragmen batuan berbutir lanau. Serpih
adalah batulempung atau batulanau berstruktur laminasi.
Tabel 3.9 Penamaan batuan
sedimen klastika secara megaskopis (Huang, 1965).
Tekstur/Struktur
|
Komposisi mineral/fragmen
|
Nama batuan
|
Ciri-ciri khas
|
Rudit
(2 – 256 mm)
|
Komposisi
sejenis atau campuran, terutama dengan rijang, kuarsa, granit, kuarsit,
batugamping dll.
|
Konglomerat
|
Fragmen umumnya
bulat atau agak membulat
|
Breksi
|
Fragmen umumnya
runcing, dan menyudut
|
||
Fanglomerat
|
Kipas aluvial yang mengalami pembatuan
|
||
Pecahan batuan bercapur dengan semen
|
Tillit
|
Umumnya tidak
terpisah. Fragmen batuan terdapat bekas goresan
|
|
Arenit
(1/16 – 2 mm)
|
Terutama kuarsa 25%, felspar kalium atau plagioklas
10-25%.
Pecahan batuan:
basal, riolit, batusabak dll.
Mineral mika,
serisit, klorit, bijih besi.
|
Arenit atau
batupasir
kuarsa
|
Pemilahan baik
dan bersih
|
Arkose
|
Pemilahan
jelek, warna abu-abu kemerahan
|
||
Batupasir
felspatik
Graywacke
subgraywacke
|
Lebih dewasa
dari arkose antara graywacke dan arenit
|
||
Lutit
(1/16 – 1/256
mm)
|
Umumnya mineral
lempung, kuarsa, opal, kalsedon, klorit dan bijih besi.
|
Batulanau
|
Antara
batupasir dan serpih
|
Serpih
Batulumpur
Batulempung
|
Mudah membelah,
tidak plastis, bila dipanasi menjadi plastis
|
Untuk
batuan karbonat bertekstur klastika :
1.
Kalsirudit, adalah breksi atau
konglomerat dengan fragmen batugamping.
2.
Kalkarenit, adalah batupasir yang tersusun oleh
mineral karbonat.
3.
Kalsilutit, adalah batugamping klastis berbutir
halus (lanau – lempung).
Untuk
batugamping bertekstur non klastika, cukup diberi nama batugamping non
klastika. Apabila di dalam batugamping banyak mengandung fosil maka dapat
disebut batugamping berfosil. Sedangkan batuan karbonat yang sudah
tersusun oleh kristal kalsit atau dolomit disebut batugamping kristalin.
Napal adalah terminologi untuk batuan sedimen berbutir lanau dan
lempung, tersusun oleh bahan silisiklastika dan karbonat (Tabel 3.10 dan Tabel
3.11).
Untuk
batuan klastika gunungapi, tata namanya mengikuti batuan piroklastika yang
telah dijelaskan pada acara analisis batuan beku, yaitu terdiri dari tuf
(halus dan kasar), batulapili, breksi gunungapi dan aglomerat (Gambar
3.8). Dalam beberapa hal, secara megaskopik, warna yang sangat khas dapat
ditambahkan untuk penamaan batuan, contoh tuf hijau, batupasir merah,
batulempung hitam dsb.
Tabel 3.10 Penamaan batuan sedimen non klastika secara megaskopis (Huang,
1965).
Tekstur/Struktur
|
Komposisi mineral/fragmen
|
Nama batuan
|
Ciri-ciri khas
|
Rapat, afanitik, berbutir
kasar, kristalin, porus, oolit dan mosaik
|
Terutama kalsit
|
Batugamping
|
Breaksi dengan HCl, mengandung organik, bioklastika,
|
Terutama dolomit
|
Dolomit
|
Tidak segera bereaksi dengan
HCl, jarang mengandung fosil, berbutir sedang
|
|
Berbutir halus
|
Kristal halus dengan mikroorganisme
|
Kapur
|
Putih – abu-abu terang, sangat rapuh, mengandung fosil
|
Karbonat dan lempung
|
Napal
|
Abu-abu terang, rapuh, pecahan konkoidal
|
|
Rapat dan berlapis
|
Campuran silika, opal dan
kalsedon dll.
|
Rijang
|
Warna beragam, keras, kilap
non logam, konkoidal
|
Terutama gips
Anhidrit
Terutama malit
|
Gips
|
Evaporit, tidak sendiri melainkan berasosiasi dengan mineral/batuan
lain.
Dijumpai kristal yang mengelompok
|
|
Masif atau berlapis
|
Mineral fosfat dan fragmen tulang
|
Fosforit
|
Diperlukan penentuan kadar P2O3
|
Amorf, berlapis, tebal
|
Humus, tumbuhan
|
Batubara, lignit
|
Warna coklat, pecahan prismatik
|
3.4.17
Genesis
Berdasar
data pemerian batuan sedimen tersebut di atas, maka secara genesa dapat
diinterpretasikan mengenai :
1.
Asal-usul atau sumber batuan sedimen (provenance)
2.
Energi pengangkut (angin, air, es, longsoran, letusan
gunungapi atau kombinasi di antaranya), jaraknya dengan sumber dan proses
transportasinya.
3.
Lingkungan pengendapan, di darat kering, darat berair
tawar (danau, sungai), di pantai atau di laut (dangkal atau dalam).
4. Diagenesa dan lain-lain.
Tabel 3.11 Sifat - sifat batuan
sedimen yang harus dilakukan pemerian.
Nama Batuan
|
Campuran/
semen/matrix
|
Fragmen/mineral pembentuk x)
|
Warna
|
Besar butir
|
Pemilahan
|
Bentuk butir
|
Kemas |
Mineral
sedikit
|
Porositas
|
Kekom-
pakan
|
Breksi
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
Konglomerat
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
T u f a
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
-
|
X
|
X
|
X
|
Batupasir
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
-
|
X
|
X
|
X
|
Batulanau
|
X
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
X
|
Serpih Lempung
|
X
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
X
|
Lempung
|
X
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
X
|
X
|
-
|
X
|
Napal
|
X
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
X
|
X
|
-
|
X
|
Gamping
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
-
|
X
|
X
|
X
|
Dolomit
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
-
|
X
|
X
|
X
|
Batubara
|
X
|
X
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
Rijang
|
X
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
Anhidrit
|
X
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
Fosfat, dll
|
X
|
X
|
X
|
X
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
X
|
X =
Sifat yang dimiliki
- =
Sifat yang tidak dimiliki
x) Termasuk
jenis mineral lempung

![]() |
Gambar
3.8 Berbagai macam bentuk tepra (piroklast).
II. MINERAL / BATUAN UBAHAN
1. SILISIFIKASI
Proses pengkayaan silika
(Si02).
Batuan dinding yang mengalami alterasi type ini akan menjadi kaya mineral
silika seperti kuarsa, opal, dan sebagainya. Deposit Cinabar
biasanya berasosiasi dengan opasl, baik opasl sebagai mineral gang
ataupun sebagai mineral hasil proses silisifikasi. Sedangkan kuarsa biasanya
berassosisiasi dengan emas.
2.
PROPILITISASI
Proses perubahan mineral gelap menjadi klorit pada baytuan beku
andesit/menengah.
Lindgren (1933) mengatakan
bahwa propilitisasi adalah batuan yang telah mengalami altersi hidrothermal
tingkat rendah atau pada kondisi epitermal dengan temperatur berkisar antara 50° — 200° C. Dicirikan
dengan hadirnya mineral epidot, karbonat, serisit, dan klori sebagai hasil ubahan
feldspar. Mineral piroksen dan hornblende berubah menjadi kelompok mineral
klorit, opak maupun pyrit.
3. URALITISASI
Proses perubahan dari piroksen menjadi amfoibol. Biasanya sisa piroksen dan
bentuk kristal piroksen masih tampak.
4. RODINGITISASI
Deformasi disertai milonitisasi dan mineral — mineral lempung oleh proses
metasomatisme pada tekanan tinggi dan temperatur 400° — 500° C (Coleman, 1967).
5. SERPENTINITISASI
Proses perubahan peridotit menjadi serpentin.
6. KAOLINITISASI
Proses perubahan batuan menjadi kaolin. Alterasi ini biasanya terdapat pada
alkali feldspar dan plagioklas asanm yang tumbuh menjadi mineral kaolin.
Kebanayakan kaolin terbentuk di bawah kondisi pelapukan yang intensif dan
disertai penggantian unsur K secara sempurna. Kaolin dapat pula terbentuk di
bawah kondisi hidrothermal.
Kegunaan kaolin di samping untuk industri keramik, kertas, karet, plastik,
dan cat, terutama juga sesuai untuk bahan keramik halus.
7. SERISITISASI
Ubahan mineral mika menjadi serisit. Dicirikan denan melimpahnya mineral
serisit, yaitu mineral mika putih yang berukuran butir halus. Biasanya minerral
serisit akan berasosiasi dengan mineral kuarsa, kaolin, dan pirit dalam jumlah
yang tidak begitu banyak.
8. ZEOLIT
Sejenis tuf yang terubah/lapuk terdiri dari mineral antara lain
montmorilonit (bentonit). Secar kimia mengandung SI, AL, CA, Na, Fe, dan Ti.
Mineral ini mengkristal sangat halus dan hanya dapat diamati dengan mikroskop
elektron (Sujadmogo, 1994).
Kegunaan zeolit sangat lus seperti untuk bahan bangunan dan ornamen, semen
puzzolan, bahan agregat ringan, bahan penjernih air limbah dan kolam ikan,
makanan ternak, pemurni gas methan, gas alam, dan sebagainya.
9. TRAS
Tras terjadi bila rempah gunungapi telah mengalami derajat pelapukan
tertentu. Sejenis tuf yang berwarena putih kekuningan dan telah lapuk lanjut.
Kegunaan tras yaitu untuk campuran pembuatan portland puzzolan cement (PPC) dan
pembuatan semen tras kapur untuk bahan bata cetak (batako).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar